“Teknologi di satu sisi akan meningkatkan kenyamanan bagi manusia, tapi di sisi lain, akan menjadi alat politik untuk hegemoni,”
Jakarta, Komite.id – Pemerintah Amerika Serikat belum lama ini melarang warga negaranya menggunakan platform media sosial buatan Tiongkok yaitu TikTok. AS menduga platform tersebut dapat menjadi ancaman potensial bagi keamanan Amerika, karena data yang dikumpulkan bisa digunakan oleh pemerintah China untuk profiling perilaku masyarakat AS.
“Sebaliknya, di Tiongkok sendiri melarang warganya menggunakan platform media sosial buatan AS yaitu Facebook, Twitter, dan Whatsapp dengan alasan keamanan,” ungkap Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A., Tenaga Profesional Bidang Sumber Kekayaan Alam dan Ketahanan Nasional Lemhannas RI, mengutip dalam keterangan tertulis di laman resmi Lemhannas RI, saat menjadi narasumber dalam The 6th Jakarta Geopolitical Forum “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability”, Rabu (31/8).
Diketahui, teknologi menjadi faktor penting dalam penentu peta lanskap geopolitik global selanjutnya. Prof. Dadan Umar Daihani, menyebutkan bahwa setelah COVID-19 dan perang dagang (war trade), tren dunia selanjutnya adalah rivalitas teknologi antar negara.
“Teknologi di satu sisi akan meningkatkan kenyamanan bagi manusia, tapi di sisi lain, akan menjadi alat politik untuk hegemoni,” imbuh Prof. Dadan.
Saat ini, permasalahannya adalah terjadi gap teknologi antara negara maju dan negara terbelakang. “Kita melihat bahwa pengguna internet terus meningkat. Dari data yang bisa kita lihat, bahwa dari 7.98 miliar sekitar 66.9 persen populasi dunia menggunakan smartphone, 63,1 persen populasi dunia menggunakan internet, dan sekitar 59 persen menggunakan media sosial,” kata Prof. Dadan.
Di negara maju, terdapat peningkatan yang signifikan terhadap pengguna internet. Sementara di negara berkembang dan kurang berkembang, peningkatannya sangat terbatas.
Dalam hal ini, Gap teknologi tersebut menjadi faktor paling berpengaruh pada lanskap geopolitik dan perubahan geopolitik. “Jadi analisis kami, bahwa negara-negara terbelakang dan negara-negara berkembang sekarang sangat bergantung pada teknologi dari negara-negara maju,” lanjut Prof. Dadan.
Ini artinya jarak yang semakin melebar antara komunikasi transnasional dan resistensi yang tumbuh dari negara bangsa memberikan kesempatan untuk tumbuhnya geopolitik baru.
Tanpa disadari, perkembangan tekhnologi maju bukan satu-satunya faktor yang membentuk dunia, tapi teknologi ini mengubah bagaimana cara kita melihat dunia. Teknologi mengubah bagaimana umat manusia mengubah sistem perekonomian seperti crypto currency, dan mempengarhui cara bagaimana mendorong inovasi. “Semua faktor ini memberikan dampak pada geopolitik 2022 dan selanjutnya,” tutur Prof. Dadan.
Pada dasarnya, teknologi memberikan keuntungan yang besar bagi kehidupan manusia, namun teknologi juga bisa meningkatkan ketergantungan antara satu negara dengan yang lainnya, bahkan teknologi bisa menjadi pedang bermata dua. Teknologi sebagai pedang bermata dua, memiliki dua sisi, karena pengembangnnya dapat tidak terkontrol.
Indonesia harus menyadari bahwa sebagai hasil dari perkembangan teknologi, ada risiko bahwa manusia sebagai individual akan kehilangan identitasnya atau akan menjadi bergantung pada jaringan global yang dikontrol oleh penguasa dan pemilik teknologi itu sendiri di masa depan. Ia berharap teknologi dapat menjadi cara untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.
Untuk keenam kalinya, Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyelenggarakan Jakarta Geopolitical Forum pada Rabu dan Kamis, 24 dan 25 Agustus 2022 dengan menghadirkan para ahli geopolitik dari berbagai negara. Ada 11 Narasumber terkemuka yang berasal dari lima negara, antara lain, Amerika Serikat, Rusia, Australia, Singapura, dan Indonesia, diundang menjadi pemateri JGF kali ini.
Forum internasional ini bertujuan untuk menciptakan desain tata kelola hubungan antar aktor geopolitik dalam mencapai keseimbangan kekuatan yang menjadi terbentuknya stabilitas global, khususnya masa depan geopolitik Indonesia dan dunia. Di sisi lain juga untuk memahami konteks geomaritim kontemporer yang mewarnai isu geopolitik yang sedang berkembang maupun yang akan terjadi ke depan, serta mendalami makna inti masa depan geopolitik yang berbasis pada maritim dan pengaruhnya terhadap stabilitas global.