Buka Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, Jokowi: Butuh Pemikiran Abu Nawas Lawan Krisis

0
1285
Potret Presiden Joko Widodo, dalam sambutannya pada Pembukaan Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (07/09). Dok. Tangkapan Layar Komite.id

Pandemi memberikan pelajaran bagi pemerintah pentingnya konsolidasi dari semua pihak untuk menghadapi berbagai permasalahan.

Jakarta, Komite.id – Seperti yang diketahui, dunia saat ini telah banyak berubah. Perubahan yang begitu cepat, terjadi berawal dari wabah pandemi COVID-19 yang melanda seluruh negara di dunia. Nyatanya, banyak hal positif yang terjadi selama pandemi berlangsung. Dari pandemi, kita juga belajar banyak dalam menghadapi guncangan-guncangan. Hal itu disampaikan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (07/09).

Dalam sambutannya, Kepala Negara menyampaikan kepada para ekonom untuk meninggalkan cara-cara lama dalam menghadapi situasi dunia yang penuh ketidakpastian dan berubah begitu cepat. “Saya juga titip kepada para ekonom jangan menggunakan pakem-pakem yang ada, jangan menggunakan sesuatu yang standar karena ini keadaannya tidak normal, sangat tidak normal. Dibutuhkan pemikiran yang Abu Nawas, yang kancil-kancil gitu, agak melompat-lompat tapi memang harus seperti itu,” ucap Presiden Jokowi, mengutip keterangan tertulis, di laman resmi Presidenri.go.id, Rabu (07/09).

Pada kesempatan tersebut, turut hadir Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Keuangan Sri Mulyani, CEO CT Corp Chairul Tanjung, dan Senior Ekonom INDEF Didik J Rachbini.

Presiden mengaku bersyukur Indonesia tidak mengambil kebijakan lockdown pada saat pandemi melanda seluruh negara di dunia. Karena, hal itu dinilai akan membuat perekonomian nasional terkontraksi lebih dalam. “Apakah benar kita harus melakukan itu (lockdown)? Dan jawabannya saat itu saya jawab tidak usah lockdown. Dan ternyata betul saya nggak bisa membayangkan kalau saat itu kita lockdown, mungkin kita bisa masuk ke minus lebih dari 17 persen,” ungkapnya.

Selain itu, Presiden juga menjelaskan bahwa pandemi memberikan pelajaran bagi pemerintah pentingnya konsolidasi dari semua pihak untuk menghadapi berbagai permasalahan. Konsolidasi tersebut penting diterapkan mulai dari pemerintah pusat, provinsi, daerah, organisasi masyarakat, TNI, Polri, hingga masyarakat.

“Konsolidasi seperti itulah yang harus kita teruskan dalam menghadapi pascapandemi karena perang, karena adanya krisis energi, karena adanya krisis pangan, adanya krisis finansial. Yang paling penting kita bisa mengkonsolidasi dari atas sampai ke bawah,” jelas Presiden.

Presiden pun menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan serta bahu-membahu bersama pemerintah untuk membangun negara Indonesia ke arah yang lebih baik. “Yang paling penting menurut saya, jaga persatuan, jaga kesatuan kita, bahu membahu untuk negara ini,” pungkas Presiden.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad dalam sambutannya juga mendukung adanya kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, media, hingga kalangan akademisi untuk menjadi bagian dari upaya normalisasi perekonomian nasional.

“Perlu aksi-aksi nyata dalam proses normalisasi dengan melihat tantangan dan peluang yang saat ini terjadi,” kata Tauhid.

Tauhid pun berharap kehadiran 100 ekonom dalam acara yang mengambil tema ‘Normalisasi Kebijakan Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia‘ tersebut dapat menjadi salah satu upaya untuk merumuskan rekomendasi beragam pilihan kebijakan terbaik agar ekonomi Indonesia dapat kembali pulih dan bangkit pascapandemi.

“Diharapkan dengan Sarasehan 100 Ekonom menghasilkan pokok-pokok pikiran yang menjawab upaya bangsa ini kembali pulih dan masyarakat lebih sejahtera,” tutur Tauhid.