Rektor Unhan RI : Saatnya Integrasikan Sistem Keamanan Siber dengan Sistem Pertahanan Siber

0
1211
Arsip Komite.id/Rektor Universitas Pertahanan RI Laksamana Madya TNI Prof. Dr. Amarulla Octavian M.Sc., DESD, saat menyampaikan Ministerial Keynote di Websummit DataGovAI 2022, Hari pertama, Selasa (22/11/22).

 

Sudah saatnya sistem cybersecurity yang saat ini banyak digunakan oleh Pemerintah, dunia Industri, Perbankan dan lainnya diintegrasikan dengan sistem cyber defense (Pertahanan Siber) yang dimiliki komponen utama pertahanan negara,”

Jakarta, Komite.id – Rektor Universitas Pertahanan RI Laksamana Madya TNI Prof. Dr. Amarulla Octavian M.Sc., DESD menyampaikan paparan materi tentang ‘Peran teknologi Artificial Intelligence dan Big Data Menjamin Kedaulatan Data dalam Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta’ di acara Websummit DataGovAI 2022, (22/11/22).

Berdasarkan laporan Global Trend, 2030 peta kekuatan negara-negara dunia akan mengalami perubahan drastis menjelang sepertiga pertama pada abad ke-21. Dalam hal ini, negara-negara Asia diperkirakan akan melampaui negara Amerika Utara dan Eropa pada beberapa indikator kekuatan global saat peta geopolitik dunia mengalami perubahan drastis & terdisrupsi oleh dinamika infrastruktur/asset militer, jumlah penduduk di belahan Asia Utara. Utamanya berdasarkan GDP jumlah populasi, alokasi militer dan investasi teknologi.

“Indonesia dipandang sebagai salah satu negara yang akan memiliki peningkatan kekuatan yang signifikan. Revolusi industri 4.0 dimulai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang mendorong model industri baru berbasis digital, guna mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih baik,” jelas Laksdya Amarulla Octavian, saat menjadi Ministerial Keynote dalam Websummit DataGovAI 2022, Selasa (22/11/22).

Dikatakan oleh Rektor Unhan RI, bahwa revolusi industri juga dipengaruhi dan mempengaruhi perkembangan teknologi militer. Dimana berbagai rekayasa teknologi militer telah menjadi basis meningkatnya industri pertahanan guna memenuhi kebijakan politik luar negeri suatu negara baik pada masa damai maupun masa perang.

Dalam hal ini, teknologi yang paling menonjol yakni Artificial Intelligence dan Big Data. Kedua teknologi tersebut bukan lah teknologi baru melainkan teknologi yang konsepnya telah ada sejak lama. Jika melihat sejarah, pada masa perang dunia II, tahun 1939-1945 pihak sekutu berusaha keras memecahkan kode-kode pada mesin sandi erikma milik pasukan Jerman.

Selanjutnya, berbagai variasi dan kombinasi kode pada mesin sandi berhasil dipecahkan oleh para ahli matematika Inggris dengan terciptanya mesin komputasi cikal bakal komputer modern saat ini.

Kemudian, di tahun 1950-an para pelaku bisnis melakukan analisis tren dengan menggunakan spreadsheet yang dikaji secara manual untuk mengolah informasi dari data-data yang ada dengan bertujuan untuk menyimak kecenderungan bisnis. Terkait hal tersebut, penggunaan spreadsheet saat itu memang belum memiliki atraksi yang tinggi dibandingkan dengan analisis Big Data pada saat ini.

Diketahui, Laksdya TNI Prof. Dr. Amarulla Octavian juga telah beberapa kali memberikan keynote speech pada Acara Websummit DataGovAI dan kali ini mengungkapkan bahwa kini, teknologi AI dan Big Data dapat diperoleh dengan tingkat akurasi tinggi pada proses pengolahan dalam waktu yang relatif sangat cepat.

“AI dan Big data dapat dikatakan memiliki hubungan yang sinergis, penerapan AI mengalami kemajuan dikarenakan adanya ketersediaan big data,” imbuh Amarulla Octavian.

Menurutnya, banyak juga yang beranggapan bahwa Big data telah membuat AI menjadi lebih pintar dan akurat dalam memberikan hasil yang diharapkan. Proses yang ada membuat AI banyak diterapkan pada aplikasi perangkat elektronik dan perangkat pendukung kehidupan sehari-hari.

Peran teknologi AI dan Big Data dapat diproyeksikan untuk mengatasi berbagai cyber threat berupa cyber crime dan cyber attack. Untuk cyber crime dihadapi dengan cyber security, sedangkan cyber attack dihadapi dengan cyber defense. Kedua jenis serangan tersebut, merupakan teknik-teknik di dalam penyelenggaraan cyber warfare.

Sebagai salah satu negara yang terhubung dalam jaringan informasi global, lanjut Amarulla Octavian, Indonesia sangat berkepentingan membangun sistem keamanan nasional dan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan data. Hal ini, berbagai cyber crime dan cyber attacks terjadi beberapa waktu lalu berupa kebocoran data hingga beberapa kasus yang menunjukkan bahwa betapa pentingnya Optimalisasi teknologi AI dan Big Data pada Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta.

Perlu diketahui, Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta melibatkan seluruh warga negara, seluruh wilayah termasuk cyber territory dan sumber daya nasional lainnya. “Pelibatan tersebut harus dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berkelanjutan untuk mewujudkan ruang alam dan kondisi juang yang tangguh untuk menghadapi segala ancaman termasuk cyber threat dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara,” jelas Rektor Unhan RI.

Pesatnya perkembangan teknologi AI dan Big data telah diikuti dengan dampak positif di berbagai bidang termasuk pada pertahanan militer. Teknologi AI dan Big data banyak dipengaruhi oleh dinamika industri militer, ketika diperlukan persenjataan yang dapat beroperasi secara automatic dan autonomous.

Oleh karenanya, kini semakin dibutuhkan sistem senjata yang terintegrasi dengan sistem deteksi, guna melakukan respon yang cepat dan tepat ketika berhadapan dengan sistem persenjataan yang digunakan pihak lawan.

Secara luas, kata Rektor Amarulla Octavian, kehadiran teknologi kemiliteran mulai diterima. Tidak hanya pada sistem persenjataan, tetapi juga AI memiliki kapasitas untuk meningkatkan efektivitas seluruh aktivitas militer seperti logistik, intelligence, personal, pengintaian, dan terutama rancangan senjata-senjata baru yang lebih handal.

Tanpa disadari, penerapan teknologi AI juga didukung oleh Big Data sebagai proses pengolahan lebih lanjut. Dimana ancaman non-militer merupakan usaha atau kegiatan yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan atau berimplikasi mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa yang bisa datang dari luar negeri maupun dalam negeri yang dilakukan oleh aktor negara, bukan negara dan aktor yang disponsori oleh suatu negara.

Ancaman non-militer ini juga digolongkan sebagai ancaman yang berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keselamatan umum, teknologi informasi dan legislasi. Sementara, ancaman hibrida merupakan ancaman yang bersifat kombinasi dan perpaduan antara ancaman militer dan non-militer serta memicu terjadinya berbagai bentuk peperangan sebagai cyber warfare dan information warfare. Infrastruktur dan arsitektur big data menjadi aset yang menguntungkan bagi pemerintah seperti perindustrian, bisnis, kesehatan dan lainnya.

“Sudah saatnya sistem cybersecurity yang saat ini banyak digunakan oleh Pemerintah, Dunia Industri, Perbankan dan lainnya diintegrasikan dengan sistem cyber defense (Pertahanan Siber)  yang dimiliki komponen utama pertahanan negara,” imbuh Laksdya Amarulla Octavian.