Jakarta, Komite.id – Gejolak perekonomian global saat ini terus menghantui negara-negara di dunia. Namun, di tengah risiko volatilitas lingkungan global, perekonomian nasional Indonesia mampu melanjutkan pemulihan yang semakin kuat. Dalam hal ini, pemerintah terus mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber dalam meredam gejolak perekonomian global.
Pasalnya, kerja keras APBN selama kurang lebih 3 tahun terakhir telah berhasil menjaga masyarakat dan perekonomian dan terbukti tangguh menghadapi berbagai guncangan dan ancaman ketidakpastian.
APBN 2022 menjadi instrumen yang mendukung pencapaian sasaran target pembangunan, meredam dampak gejolak ekonomi global, dan menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat. Kinerja APBN yang baik di tahun 2022 serta momentum pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut diharapkan dapat menjadi modal kuat bagi APBN dalam menjalankan fungsinya di tengah ketidakpastian ekonomi di tahun 2023.
Melihat situasi pelemahan global yang menjadi tren, Indonesia di sisi lain harus bersyukur melihat momentum pemulihan ekonomi yang masih terjaga. Meskipun memang tidak sama sekali immune, atau dalam hal ini tidak terpengaruh dari suasana global, yang pasti ada pengaruhnya. Namun, daya tahan perekonomian nampaknya cukup baik, dengan kondisi pertumbuhan yang tetap terjaga dan kita lihat di kuartal keempat ini, kondisi dari kegiatan ekonomi juga masih relatif baik.
“Ini tentu memberikan suatu optimisme kepada kita semuanya, ada confidence. Namun kita hati-hati karena memang imbas dan gelombang gejolak dunia itu begitu sangat dahsyatnya,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers APBN KiTa secara daring mengutip laman resmi Kemenkeu.go.id, Jumat (06/01).
Dikethaui, perekonomian di tahun 2022 pada triwulan III tumbuh kuat 5,72% (YoY) atau secara kumulatif sampai dengan triwulan III-2022 tumbuh 5,4%, sejalan dengan ekspansi perekonomian domestik yang terus berlanjut dan dukungan sektor eksternal yang mencatatkan surplus dalam 31 bulan terakhir.
Bauran kebijakan fiskal maupun moneter, serta sektor keuangan mampu menjaga stabilitas makro ekonomi dengan baik. Peran shock absorber APBN juga mampu mengendalikan tekanan inflasi domestik, sekaligus menjaga daya beli masyarakat meskipun dihadapkan pada tekanan harga komoditas dunia.
Kinerja positif pelaksanaan APBN tahun 2022 menunjukkan kondisi fiskal yang semakin sehat dengan realisasi defisit sebesar 2,38% PDB, lebih cepat satu tahun dalam pencapaian defisit maksimal 3% dari PDB sesuai amanat UU nomor 2 tahun 2020. Selama tahun 2022, APBN berhasil menjadi instrumen stabilisasi dalam melindungi masyarakat, mendukung gerak dunia usaha dan sektor prioritas, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kerja keras APBN tersebut diwujudkan melalui peningkatan dan akselerasi belanja negara yang tumbuh 10,9% dari tahun 2021 dan sekitar 99,5% dari pagu pada Perpres 98/2022, untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat serta percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas.
Dalam rangka melindungi daya beli masyarakat dan stabilitas perekonomian, pemerintah memberikan berbagai subsidi nonenergi, subsidi energi, dan kompensasi kepada masyarakat dan dunia usaha. Rincian pelaksanaan APBN tahun 2022 dapat kami sampaikan sebagai berikut:
Kinerja Ekonomi Makro
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 diperkirakan dapat mencapai targetnya pada kisaran 5,1-5,3 persen, meskipun di tengah dinamika perekonomian global yang sangat volatile. Hal ini sejalan dengan tren penguatan pemulihan ekonomi yang konsisten di atas 5 persen dalam 3 kuartal pertama tahun 2022.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama didorong oleh tingkat konsumsi domestik yang stabil, serta kinerja positif perdagangan internasional Indonesia yang mencatatkan surplus neraca perdagangan dalam 31 bulan terakhir.
Tingkat inflasi domestik tahun 2022 bergerak moderat dan tetap terkendali di tengah tekanan lonjakan inflasi dunia akibat tingginya harga komoditas pangan dan energi. Inflasi Indonesia diperkirakan mencapai 5,5 persen didukung oleh kebijakan stabilisasi serta berfungsinya peran APBN sebagai shock absorber.
Keberhasilan dalam menjaga supply dan distribusi kebutuhan pangan serta energi nasional, termasuk dari subsidi dan kompensasi energi dan pangan, berperan dalam menjaga tingkat inflasi, terutama inflasi harga pangan.
Selain itu, rata-rata harga minyak Indonesia (ICP) pada tahun 2022 mencapai US$97 per barel. Kondisi ini terutama dipengaruhi oleh eskalasi konflik geopolitik yang menyebabkan terjadinya gangguan rantai supply komoditas energi dan pangan dunia. Namun, tren ICP cenderung mengalami penurunan seiring dengan proyeksi perlambatan perekonomian dunia yang berpengaruh terhadap penurunan harga minyak dunia.
Kinerja Pelaksanaan APBN
Realisasi pendapatan negara mencapai Rp2.626,4 triliun (115,9% dari Perpres 98/2022) atau tumbuh 30,6% dibandingkan realisasi tahun 2021. Dari total realisasi pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp2.034,5 triliun (114,0% dari Perpres 98 tahun 2022) atau tumbuh 31,4% dari realisasi tahun 2021. Untuk realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai adalah sebesar Rp317,8 triliun (106,3% dari Perpres 98/2022), atau meningkat 18,0% dibandingkan realisasi tahun 2021.
Capaian penerimaan perpajakan tersebut didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan permintaan yang terus membaik, tren peningkatan harga komoditas, kenaikan harga komoditas utama ekspor, serta peningkatan permintaan dalam negeri terkait barang impor.
Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp588,3 triliun atau 122,2% sesuai Perpres 98/2022. Capaian tersebut meningkat 28,3% dibandingkan realisasi tahun 2021, yang didukung oleh meningkatnya harga komoditas (minyak mentah dan minerba), serta membaiknya layanan PNBP Kementerian/Lembaga (K/L) seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat.
Realisasi belanja negara mencapai Rp3.090,8 triliun atau meningkat 10,9% dari realisasi tahun 2021, sejalan dengan strategi kebijakan APBN yang berperan sebagai shock absorber. Anggaran belanja tersebut ditujukan untuk melindungi perekonomian dan masyarakat terhadap dampak risiko ketidakpastian global. Penyerapan belanja negara tersebut mencapai 99,5% dari Perpres 98/2022.
Realisasi belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp2.274,5 triliun (98,8% dari Perpres 98/2022) atau meningkat 13,7% dari realisasi tahun 2021. Jumlah tersebut tediri dari realisasi belanja K/L sebesar Rp1.079,3 triliun (114,1% dari Perpres 98/2022), yang dipengaruhi oleh antara lain peningkatan pagu belanja K/L untuk mendukung Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN) di bidang kesehatan dan perlindungan sosial. Tambahan belanja di bidang kesehatan utamanya untuk penanganan pasien Covid-19, pembayaran insentif tenaga kesehatan, pengadaan obat-obatan/vaksin penanganan Covid-19.
Tambahan belanja di bidang perlindungan sosial utamanya untuk menjaga daya beli dan meringankan beban pengeluaran masyarakat, melalui program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng, BLT BBM, dan Bantuan Subsidi Upah, serta untuk penanggulangan bencana alam di beberapa daerah.
Adapun realisasi belanja non-K/L mencapai Rp1.195,2 triliun (88,2% dari Perpres 98/2022) meningkat 47,6% apabila dibandingkan realisasi tahun 2021. Jumlah tersebut antara lain terdiri dari pembayaran bunga utang yang mencapai Rp386,3 triliun (95,2% dari Perpres 98/2022) dan subsidi energi dan kompensasi sebesar Rp551,2 triliun (109,7% dari Perpres 98/2022). Angka ini meningkat 192,7% dari realisasi tahun 2021, terutama dipengaruhi oleh lebih tingginya harga ICP dan konsumsi BBM dan Listrik yang meningkat.
Realisasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKD) tahun 2022 mencapai Rp816,2 triliun (101,4% dari Perpres 98/2022), meningkat 3,9% dibandingkan realisasi tahun 2021. Realisasi anggaran TKD tersebut antara lain dipengaruhi oleh peningkatan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH), dan kinerja daerah dalam memenuhi persyaratan penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, serta pelaksanaan program BLT Desa.
Pembiayaan anggaran tahun 2022 difokuskan pemerintah untuk menutup defisit yang realisasinya mencapai Rp583,5 triliun atau 69,5% dari Perpres 98/2022 sebesar Rp840,2 triliun. Anggaran defisit utamanya untuk membiayai kegiatan dalam rangka keberlanjutan Program PC-PEN. Selain itu, anggaran defisit juga berperan dalam mendukung kenaikan belanja negara untuk melindungi perekonomian dan masyarakat, dalam rangka menghadapi ketidakpastian global.
Realisasi pembiayaan utang di tahun 2022 mencapai Rp688,5 triliun atau 73,0% dari Perpres 98/2022 sebesar Rp943,7 triliun. Realisasi pembiayaan utang tersebut sebagian dimanfaatkan untuk pembiayaan investasi sebesar Rp106,8 triliun.
“Kinerja APBN adalah menggambarkan keseluruhan upaya Indonesia menghadapi pandemi yang luar biasa 3 tahun ini, dan upaya Indonesia untuk memulihkan kondisi ekonomi masyarakat, kegiatan ekonomi, dan kondisi kesejahteraan masyarakat. Kita akan terus menjaga APBN keuangan negara sebagai instrumen yang kredibel, efektif dan tentu sehat dan sustainable. Ini adalah salah satu prasyarat bagi Indonesia untuk terus maju dan berkembang sehingga kita bisa mencapai cita-cita negara Indonesia,” tutup Menkeu.