ChatGPT Disinyalir Gantikan Pekerjaan Manusia, Ini Penjelasannya

0
1648
Gambar oleh Alexandra_Koch dari Pixabay

 

Jakarta, Komite.id – Kemunculan website berbasis Artificial Intelligence (AI) yang bernama ChatGPT kini menjadi polemik. Pasalnya, aplikasi ini viral karena dapat menjawab berbagai pertanyaan dari pengguna melalui teks yang menyerupai jawaban manusia. ChatGPT dapat melakukan komunikasi tertulis dengan pengguna mulai dari membuat sebuah puisi, menyelesaikan soal bahkan menulis sebuah karya ilmiah.

ChatGPT merupakan salah satu produk teknologi kecerdasan buatan yang dibuat dan dikembangkan oleh perusahaan OpenAI yang didirikan sejak Desember 2015 oleh Elon Musk, Sam Altman, Wojciech Zeremba dan Greg Brockmant di California.

Program yang baru dirilis pada November 2022, dioperasikan dalam bentuk chatbot. ChatGPT kepanjangan dari (Generative Pre-Training Transformer) dirancang menggunakan teknologi GPT 3.5, sebagai salah satu produk teknologi berbasis AI Generatif menggunakan metode deep learning.

Beberapa percobaan dan perbandingan telah dilakukan dari jawaban ChatGPT dan Wikipedia menunjukkan bahwa ChatGPT memiliki performa lebih baik. Hal ini dapat dikatakan karena kemampuan teknologi yang digunakan ChatGPT dapat membedakan keduanya.

Sekadar informasi, OpenAI hadir sebagai perusahaan yang mengembangkan teknologi AI dan bersifat terbuka untuk publik (open sources). Berdasarkan keterangan laman resminya, misi OpenAI untuk memastikan bahwa kecerdasan umum buatan dapat mengungguli manusia dalam pekerjaan yang paling berharga secara ekonomi dan menguntungkan seluruh umat manusia.

Dengan sederet kemampuan yang ditawarkan ChatGPT, beberapa institusi telah merespon hal tersebut, di antaranya adalah pendidikan dan jurnalistik. Dalam dunia pendidikan, para pengajar merasa memiliki kekhawatiran besar dengan hadirnya kemampuan kecerdasan buatan ini yang dapat memudahkan dalam mencari berbagai informasi.

ChatGPT tidak hanya mempermudah gejala mencontek bagi pelajar, tetapi juga dapat membahayakan penggunanya. Menurut pandangan peneliti keamanan siber, ChatGPT serta produk AI lainnya bisa berbahaya.

Bahkan, Elon Musk pernah mengatakan bahwa AI seperti ChatGPT bisa sangat berbahaya bagi manusia, bahkan lebih berbahaya daripada nuklir.

Sementara, di dunia jurnalistik, banyak kekhawatiran yang timbul. Seperti akankah mesin ini dapat menggeser peran jurnalis? dan apakah mesin ini dapat dimanfaatkan pihak tertentu untuk memasukkan informasi palsu ke dalam mesin tersebut?

Pada dasarnya, ChatGPT merupakan sebuah alat. Sama halnya seperti Google pada saat pertama kali muncul, membuat pelajar merubah cara mencari informasi. Sebelumnya, pelajar harus ke perpustakan untuk mencari berbagai informasi, namun dengan hadirnya Google mereka bisa mengakses informasi menjadi lebih mudah dengan waktu yang singkat.

Hal tersebut, hampir sama ditawarkan oleh ChatGPT. ChatGPT memberikan banyak kemudahan dengan menjawab semua pertanyaan dari pengguna. Jika dilihat dari sisi lain, kehadiran ChatGPT sebenarnya bisa memberikan dampak positif bagi dunia pendidikan.

Dimana pengajar bisa dengan mudah memanfaatkan teknologi ini untuk meningkatkan kualitas mengajar. ChatGPT dapat digunakan untuk membuat pertanyaan yang sangat kompleks, sehingga memacu para pelajar untuk berpikir dan menganalisis lebih keras. Pertanyaan kompleks bisa membantu dalam pemecahan masalah, skill komunikasi, bekerja sama, serta kemampuan menggali informasi untuk menjawab permasalah tersebut.

Tak hanya itu, pengajar juga dapat memakainya untuk membantu menerapkan personalization feedback dengan lebih efektif. Kini pengajar tidak perlu menganalisis satu per satu jawaban pelajar, pengajar bisa langsung memasukan jawaban ke dalam ChatGPT dan ChatGPT akan otomatis memberikan umpan balik yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar masing-masing individu. Dengan kemampuannya, ChatGPT dapat menganalisis data dari jawaban tersebut dan menghasilkan laporan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja pelajar dan menyesuaikan pengajaran.

Masih banyak lagi fitur ChatGPT lain yang dapat meningkatkan kualitas aktivitas belajar mengajar. Dengan adanya fitur-fitur tersebut, tidak hanya membawa perubahan dalam cara pelajar menerima ilmu, tapi secara fundamental pelajar dapat lebih efektif dan efisien menggunakan AI untuk memudahkan mereka belajar.

Penggunaan Chat GPT seperti inilah yang merupakan sarana kunci dalam perubahan dunia pendidikan. Meski demikian, perubahan tersebut tidak akan pernah terjadi jika pelajar dan pengajar tidak tahu cara memanfaatkan teknologi ini secara optimal. Penyuluhan yang komprehensif dan optimal perlu menjadi sebuah keharusan.

Dalam kasus ini, baik itu pengajar maupun pelajar harus sama-sama mengetahui cara memaksimalkan kekuatan AI. Kasus mencontek yang dilakukan pelajar menggunakan AI Chatbot terjadi karena pengajar tidak mengetahui cara mengoptimalkan teknologi ini. Oleh karena itu, jika hanya pelajar yang mengetahui teknologi ini, maka dampak negatif akan semakin terlihat. Pelajar semakin mudah melakukan tugas mereka tanpa pengajar memberikan inovasi kegiatan mengajar yang lebih efektif dengan bantuan AI.

Sementara dari sisi jurnalis, ChatGPT memang memiliki segudang informasi dan kecepatan dalam menulis. Namun, nyatanya ChatGPT tidak diprogram untuk menulis berita serta menyajikan informasi terkini. Selain itu, ChatGPT juga tidak bisa menjelaskan ekspresi yang ditunjukkan seorang public figure seperti yang dilakukan para jurnalis.

Hal ini disampaikan GTM Strategy & Ops. Manager Biginsight Salma Tarizka Noor, bahwa setiap teknologi tentu memiliki batasannya pada suatu saat nanti, termasuk juga AI. “Apakah AI berpeluang menggantikan peran manusia, saya pikir tidak. AI justru berpeluang melatih manusia menggunakan data dengan lebih baik dan efisien,” katanya.

Pernyataan serupa juga disampaikan Chief Bussiness Development Officer IYKRA Nabil Badjri yang menyebutkan, kehadiran manusia tetap memiliki peran penting dalam digital platform. “Teknologi itu tetap memiliki celah ketidaksempurnaan atau error, di sana peran manusia diperlukan, sentuhannya dibutuhkan,” tutur Nabil.

Disampaikan Nabil, kehadiran AI hanya akan menggantikan peran yang sudah ada, tetapi tak berarti mengambil alih secara keseluruhan.