Jakarta, Komite.id – Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan (Taplai) yang diselenggarakan oleh Lemhannas untuk mensosialisasikan Konsensus atau Pilar Kebangsaan UUD 1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI (Negara Kesatuan RI) sebagai Nilai-nilai Kebangsaan oleh Narasumber dari Tannas (Ketahanan Nasional), PadNas (Kewaspadaan Nasional), Wasantara (Wawasan Nasional), hingga Reformasi Birokrasi yang sangat strategis yang telah sangat sering di paparkan oleh para Narasumber Lemhannas.
Agenda dan TOR Taplai 2023 menambah sesi penunjang yang strategis dan terkini oleh Deputi Pemantapan Nilai Nilai Kebangsaan, Laksda TNI Edi Sucipto, yang dibawakan oleh Dr Rudi Rusdiah dengan judul “Cybersecurity & Algoritma Kebangsaan”. Mengingat masifnya disrupsi digital transformasi di seluruh kehidupan masyarakat dan semua kegiatan baik entreprise maupun Pemerintah serta Sosial Media antara lain Facebook, Whatsapp, Tiktok yang menggunakan algoritma blackbox (tertutup oleh password dan enkripsi aplikasi). Memasuki tahun Pemilu 2024 di Indonesia & AS, maka dibutuhkan Algoritma Kebangsaan untuk mengimbangi algoritma yang digunakan oleh Sosmed dan aplikasi AI lainnya.
Sosmed seperti Facebook sendiri memanfaatkan algoritma rekomendasi, seleksi dan ranking konten dan asset pengguna (seperti foto), serta sangat tertutup alias blackbox yang berpotensi bias, unfair dan rugikan masyarakat, pemerintah maupun demokrasi, sehingga Lemhannas mengantisipasi dengan memberikan wawasan Algoritma Kebangsaan.
Tantangan Algoritma AI dari perspektif CyberSecurity
Hanya Manusia mahkluk hidup di dunia yang dapat menciptakan mesin/alat bantu AI dengan dua pilihan:
- Algoritma AI Negatif yang juga dikenal dengan istilah Singularity dapat:
- Mengancam pekerjaan manusia hingga PHK, seperti penggunaan Robot di Pabrik autonom Car yang tidak memerlukan Supir lagi. Bahkan para pakar AI melihat Supir, buruh Pabrik, Customer Service, Teller hingga dokter radionlogi dan dokter bedah sangat berpotensi akan tergantikan oleh AI.
- Mengancam eksistensi manusia karena aplikasi AI Robot yang diciptakan untuk militer tidak memiliki perasaan, kemanusiaan, akhlak dan diprogram dengan algoritma yang hanya mengikuti perintah penciptanya, misalnya untuk membunuh. Fenomena ini sangat ditakuti oleh para pakar futurist dunia seperti Einstein, Elon Musk dll. Gubernur Lemhannas memimpin DelRI ke Global Summit REAIM (Responsible AI in Military Domain) di undang untuk berbicara mengenai bahaya Robot Militer/Drone.
- Mengancam Pesta Demokrasi. AI algoritma deep fake dapat diciptakan untuk menipu hingga meniru video/suara seorang tokoh, misalnya meniru Presiden Obama dengan membuat (hoax/post truth) untuk kepentingan Politik identitas. Hal ini pun cukup menjadi kekhawatiran mengingat Pemilu 2024 Amerika Serikat dan Indonesia sebentar lagi.
Maka dari itu diperlukan Governance (Tata Kelola), Regulasi (RegTech) dan Algoritma Kebangsaan agar ancaman di atas tidak terjadi.
- Sisi Positif atau Manfaat dari Algoritma AI :
- AI meng-augmentasi (meningkatkan) dan memberdayakan manusia melalui penggunaan gadget smartphone (M2M) yang membuat manusia lebih sejahtera dan berdaya saing. Smartphone berisi algoritma AI peta dan perjalanan, sehingga kita tidak perlu lagi melihat peta, terlebih hampir semua kenangan, memori hingga berkas-berkas penting kita ada di dalam satu genggaman smartphone, sehingga akan membuat kita kebingungan jika smartphone tertinggal dirumah. Hal ini termasuk kategori Weak/Narrow AI.
Jadi, pada masa yang akan datang, peradaban manusia akan berada di persimpangan jalan yaitu memilih AI dengan algoritma positif atau negatif, to be or not to be.
Algoritma SosMed: Wall Garden & Blackbox
Algoritma global sosial media seperti Facebook, Whatsapp maupun Google ciptakan Walled Garden (taman indah yang terisolasi) oleh Password di PC anda. User/Pengguna Facebook gratis untuk mengupload Avatar, foto, video, story hingga sharing kebiasaan atau profil akan menciptakan Digital Twin Profil atau diri anda di sosmed (Aset milik Facebook jadi Media Terbesar).
Tanpa kita sadari, semua kegiatan dan aset kita ada di sosmed dengan rekomendasi algoritma di profiling, diarahkan dan dimiliki oleh Facebook, pemilik taman sosmed yang tertutup (otoriter). Pengguna Facebook terpaksa mengikuti 100% algoritma tertutup (blackbox), tanpa demokrasi dan pilihan pada ecosystem sosial media ini.
Regulator AS & EU tertinggal oleh disrupsi atau perubahan Tekno Algoritma BlackBox SosMed (Big Tech) diduga jalankan algoritma profiling (analytics) melalui rekomendasi syarat polarisasi dan politik identitas Pilpres.
Contoh Kasus : Pada Pemilu 2019 AS Trump vs Clinton. Cambridge Analytica mitra Trump gunakan data Facebook untuk menangkan pemilu, sehingga kena denda triliunan.
Facebook, Google, Tiktok, Microsoft dipanggil Kongres AS terkait dugaan kemungkinan pelanggaran data privasi pengguna sosmed, algoritma rekomendasi blackbox tanpa demokrasi, politik identitas dan transparan.
Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana dengan Pemilu 2024?, apakah sanggup melawan pelanggaran Algoritma Sosmed?. Hal ini menjadi salah satu alasan Lemhannas mendorong Algorithma Kebangsaan.
Algoritma Kebangsaan (Alka)
Alka adalah konten media berisi pesan-pesan kebangsaan yang menarik dan tidak terkesan indoktrinasi atau memaksa. Pesan Kebangsaan seperti penguatan kebangsaan (NKRI), ideologis ketahanan negara (Pancasila dan UUD 45) hingga identitas kebangsaan (politik identitas/setarian).
ABDI melihat Alka ini sebagai kumpulan instruksi untuk amankan pengguna sosmed dari dampak (objek) Personalisasi Rangking Sosmed.
Algoritma sendiri adalah kumpulan instruksi untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan tugas. Analoginya seperti resep membuat masakan padang.
Algoritma Facebook dan Tiktok
Algoritma Facebook merupakan kumpulan aturan yang membuat ranking content seperti foto, story, like atau berita, sehingga menentukan apa yang dapat dilihat dan direkomendasikan oleh pengguna Facebook (personalisasi ranking).
Lalu, Algoritma Tiktok Algorithm adalah kumpulan instruksi yang digunakan aplikasi Tiktok untuk menentukan content apa yang muncul, unik (customized), dan sedang dibutuhkan untuk setiap pengguna Tiktok.
Salah satu alasan Lemhannas menambahkan materi Algoritma Kebangsaan ini kepada peserta Taplai adalah untuk mengingatkan bahwa Indonesia akan memasuki tahun Pemilu 2024, sehingga dibutuhkan Algoritma Kebangsaan untuk dapat mengimbangi algoritma yang digunakan oleh Sosmed dan aplikasi AI lainnya yang memanfaatkan algoritma.
Cyber Security sebagai Keniscayaan Masyarakat Informasi dan Cyberverse
Tantangan di Era Disrupsi Informasi dan Transformasi digital terutama pada saat memasuki era Covid-19 adalah tren digitalisasi untuk membuat kebergantungan pada semua kegiatan manusia ada pada ruang siber. Sehingga ketergantungan pada Internet dan smartphone akan memiliki resiko ancaman siber yang dianalisa dari aktor, metode exploit dan sasarannya. Ungkap Keynote Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto pada Websummit DataSecurAI 2023.
Andi juga menyarakankan agar tetap waspada dengan penggunaan AI diranah politik seperti algoritma politik identitas, deep fake dan hoaks yang bertebaran di sosmed dan akan semakin marak menjelang Pemilu 2024, sehingga dibutuhkan Algoritma Kebangsaan dan Governance serta Regtech oleh Regulator di Indonesia maupun di dunia.