Terdapat suatu gerakan yang terkolaborasi antar seluruh pemangku kepentingan di Pemerintahan dan ini adalah sebuah tanda-tanda yang positif yang menandakan bahwa data merupakan suatu hal yang penting.
Sebelumnya mungkin banyak yang melihat bahwa data ini suatu hal yang tidak bisa di monetisasikan namun semuanya sudah berubah. Dulu file yang hanya sekadar disimpan dalam bentuk format digital 1010 dianggap tidak ada nilainya namun sekarang mempunyai nilai yang bahkan bisa ditradingkan bahkan berdasarkan UU Perpres yang baru telah menyinggung tentang inovasi keuangan dan aset digital.
Aset digital merupakan suatu hal yang baru, artinya file itu sangat berharga, namun masalahnya adalah bagaimana kita memprosesnya karena apabila suatu hari kita memiliki valuasi atau nilai terhadap data tersebut, maka tentu saja kita tidak bisa tanpa adanya proteksi.
Seblelumnya Hendrar Priadi dengan jelas memaparkan bagaimana program pemerintah yang telah beralih dari paper based ke paper-less. “kita flashback pada saat awal kamai bergabung dengan bank Indonesia sebagai seorang pengawas, kita melakukan pengecekan KYC (Know Your Customer) secara manual, jadi setiap ada permohonan pembukaan rekening dan sebagainya, kemudian nanti aka nada proses dari petugas bank untuk menelpon ke kelurahan untuk menanyakan apakah memang betul orang tersebut warga disitu dan mengecek validitas alamatnya, nah ini dalam hal paper based proses.” Ujar Triyono selaku Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK.
Kemudian, setelah ada info untuk melakukan proses secara lebih terdetailisasi atau less paper. Munculah kebutuhan mengapa KYC di elektronik-kan melalui less paper. Dan setelah less paper kemudian beralih ke paper less yang dimana masih dalam proses analistik tidak ada kertas dan sebagainya. Bagaimana kita memberi tanda tangan dokumen yang berbentuk digital. Karena hal inilah dikeluarkan kebutuhan yang namanya e-Sign atau electronic signature yang merupakan tanda tangan elektronik yang digunakan sebagai bukti keaslian dari identitas seseorang yang mengirimkan dokumen atau pesan. Tanda tangan elektronik ini juga digunakan untuk memastikan bahwa isi dari dokumen yang dikirim tidak ada perubahan setelah dikirim.
Setelah adanya proses untuk melakukan konversi dari dokumen yang paper based menjadi paper less, dengan adanya recognize signature pada suatu dokumen digital ini ada sebuah proses apakah dokumen tersebut memiliki value atau tidak.
“kalau tidak memiliki nilai, misalnya katakanlah kita punya dokumen untuk kepentingan pribadi, nanti kita cuman sekadar langsung simpan, sementara kalau kebetulan dokumen kita memiliki nilai, terus terang saja disitu akan ada masalah karena bisa dipindah tangankan dengan mudah, oleh karena itu kita harus memiliki proteksi yang maksimal terhadap dukumen yang memiliki nilai yang juga disebut sebagai digital aset.” Tutur Triyono.
Saat ini, ada rancangan teknologi web terbaru, yakni Web 3.0 yang dikenal juga sebagai web semantik. Rancangan terbaru ini diklaim dapat meningkatkan manajemen data dengan menghubungkan seluruh website. Semua data yang saling terhubung itu nantinya akan dikumpulkan pada salah satu basis terbuka, bernama Solid.
Selain itu, ada fitur lain darinya yang dianggap lebih canggih dari teknologi web saat ini. Mesin dirancang untuk dapat mengerti bahasa manusia lebih kompleks. Mesin pencari nantinya tidak lagi membaca bahasa manusia sebagai kata kunci yang terpisah, tetapi dapat membacanya dalam satu keutuhan.
Dalam Web 3.0 tentu saja ada proses seperti yang biasanya dilakukan sehari-hari di dunia nyata seperti perdagangan, layanan jasa, informasi, pertukaran barang dan sebagainya dimana adanya transaksi yang mirip dengan apa yang terjadi di dunia nyata yaitu pertukaran aset digital. Inilah mengapa aset digital ini menjadi hal yang sangat penting.
Dimasa yang akan datang, dokumen digital tersebut tidak lagi dianggap sebagai sembarang dokumen melainkan dokumen yang sangat berharga yang dapat di transfer atau transaksikan kepada semua orang, sehingga diharapkan kesadarannya bahwa digital ID, e-KYC dan e-Sign adalah suatu hal yang sangat penting untuk disiapkan regulasi, infrastrukrur dan sebagainya.
Adapun RegTech Tools yang saat ini sedang dikembangkan oleh OJK yaitu:
- E-KYC
Sarana elektronik untuk melakukan identifikasi pelanggan dan memungkinkan identitas pelanggan online dan/atau digital. Manfaat dari adanya e-KYC ini adalah untuk membantu perusahaan lebih mengenali penggunanya, mempermudah proses on boarding, meningkatkan conversion rate dan membantu dalam penilaian risiko.
- E-SIGN
Merupakan tanda tangan yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi secara digital menggunakan Sertifikat Elektronik yang diterbitkan PSrE Indonesia yang diakui KOMINFO. Adapun manfaat e-sign adalah memiliki kekuatan hukum yang setara dengan tanda tangan basah, keamanan identitas terjamin, eco-friendly hingga dapat menghemat biaya pengeluaran.
- ICS (Innovative Credit Scoring)
Merupakan pengolahan data selain data kredit ataupun turunannya yang menggunakan algoritma tertentu melalaui teknologi informasi untuk menghasilan nilai assessment kelayakan seseorang menerima layanan LJK. Manfaatnya adalah untuk meningkatkan efektivitas penilaian resiko kredit, memberikan peluang akses pendanaan bagi masyarakat unbanked dan perluasan akses keuangan.
- Authentication Platform
Platform yang membantu menyediakan jasa identifikasi dan verifikasi terhadap nasabah menggunakan data selain Dukcapil, dengan manfaatnya untuk mempermudah indentifikasi dan verifikasi nasabah secara digital menggunakan sumber data alternative dan juga untuk mengurangi risiko fraud kerane perusahaan dapat lebih mengenal penggunanya.
Ke-empat RegTech Tools yang dikembangkan tersebut merupakan sebuah contoh bagaimana infrastruktur kita sedang disiapkan untuk melihat trend dari pasar ke depannya akan seperti apa. Apabila sudah siap dengan ke-empat tools ini diharapkan dapat memberikan sebuah kekuatan yang luar biasa menjadi fondasi yang kuat untuk bisa meniti ke arah fully digitalize ekonomi. “kita juga sadar bahwa tanpa ada persiapan tentu ini menjadi fondasi yang rapuh, artinya kalau misalkan katakanlah kita sudah menjajaki sebuah level ekonomi yang fully digital tapi kita sendiri belum siap secara infrastruktur yang ada adalah fraud dan kelemahan-kelemahan yang merugikan konsumen sehingga ujung-ujungnya masyarakat akan kembali kepada tradisional, karena mereka merasa bahwa di dalam ekonomi digital mereka tidak terproteksi dengan baik” Ujarnya.
Adapun pengembangan Digital ID kedepannya juga memiliki ekosistemnya sendiri. Menurut penelitian dari Cambridge Fintech Ecosystem Atlas, Digital ID tidak bisa lepas dari KYC solution seperti security biometrics dan fraud management.
Dalam Web 3.0 sendiri terdapat istilah anonymous user yang memungkinan kita berinteraksi dengan nama samara. Jika kita tidak mempunyai asosiasi, keterikatan atau hubungan dengan digital ID maka akan sangat berbahaya karena transaksi dalam web 3.0 ini tidak akan bisa dijejak. Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Triyono Gani menyampaikan bahwa regulasi harus betul-betul siap agar nantinya aplikasi dari web 3.0 ini akan terasosiasi atau terhubung secara langsung antara kebutuhan yang ada di web 3 dan kebutuhan yang ada di dunia nyata, seperti kasus korupsi yang akan memperlihatkan aliran dana dan sebagainya, sehingga mudah untuk melakukan pembuktian.