Presiden Jokowi Tegaskan Jajarannya Miliki Sikap Sense of crisis

0
1878

Jakarta, Komite.id- Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta  jajarannya untuk memiliki sikap “sense of crisis” yang sama antara kementerian/lembaga dan dengan dirinya. Sebab berdasarkan data dari OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), menyebutkan bahwa pertumbuhan perekonomian dunia terkontraksi minus 6% – 7,6%. Sedangkan data dari Bank Dunia pertumbuhan ekonomi dunia mencatatkan minus 5%.

Dalam keadaan seperti ini, Jokowi  mengajak jajarannya untuk mengerti dan tidak menganggap hal ini sebagai suatu kejadian yang biasa atau menganggap linier. Karenanya, Presiden Jokowi mengatakan akan berbahaya sekali jika masih bekerja dengan pola yang biasa-biasa saja. Baginya, saat ini diperlukan pekerjaan extraordinary atau luar biasa. Tolong digarisbawahi. Dan perasaan itu tolong kita sama. Ada sense of crisis yang sama.

“Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Sekali lagi, tolong ini ini betul-betul dirasakan kita semuanya. Jangan sampai ada hal yang justru mengganggu. Sekali lagi, langkah-langkah extraordinary betul-betul harus dilakukan. Dan saya membuka, entah langkah-langkah politik, entah langkah-langkah kepemerintahan, akan saya buka. Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya,”  papar  Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020, di Istana Negara, Jakarta. Pidato  Jokowi ini terekam dalam video di akun Youtube Sekretariat Presiden yang diunggah pada Ahad, 28 Juni 2020. Sidang kabinet paripurna tersebut untuk pertama kalinya digelar secara tatap muka setelah pengumuman pandemi Covid-19 pada medio Maret 2020.

Dalam pidato tersebut, Presiden juga  mengaku tak segan-segan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dan Peraturan Presiden (Perpres) jika dalam langkahnya masih ditemukan stagnasi kinerja Menteri. “Saya melihat banyak sekali kita ini yang menganggap ini normal. Kalau saya lihat Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara masih ada yang melihat ini sebuah masih normal, berbahaya sekali. Kerja masih biasa-biasa saja. Kerjaannya memang harus ekstra luar biasa, harus extraordinary. Perasaan ini tolong sama. Kita harus sama perasaannya, kalau ada yang berbeda satu saja sudah berbahaya,” tegas Jokowi.

Jokowi melanjutkan. “Jadi tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, kebijakan-kebijakan kita, suasananya adalah harus suasana krisis. Jangan kebijakan-kebijakan yang biasa saja, menganggap ini suatu kenormalan. Apa-apaan ini. Mestinya suasana itu ada semuanya. Jangan memakai hal-hal yang standar pada suasana krisis. Manajemen krisis sudah berbeda semuanya. Kalau perlu kebijakan perpu, ya perpu saya keluarkan.”

Presiden juga mengingatkan kepada jajaran Kabinet Indonesia Maju untuk tak ragu mengeluarkan Peraturan Menteri jika memang diperlukan sebagai upaya menolong Negara dari ancaman krisis. “Kalau mau minta Perpu lagi saya buatkan Perpu, kalau yang sudah ada belum cukup, asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya,” tegasnya.

Lebih lanjut  Jokowi  berharap, seluruh jajarannya bisa memahami apa yang ia inginkan dan bekerja keras dalam situasi krisis ini. Baginya, kerja keras dan kecepatan adalah hal yang sangat diperlukan saat ini. “Kerja keras dalam suasana seperti ini sangat diperlukan, kecepatan dalam suasana seperti ini sangat diperlukan, tindakan-tindakan di luar standar saat ini sangat diperlukan dalam manajemen krisis. Kalau payung hukum masih diperlukan, saya akan siapkan,” ucap Presiden.

Pada kesempatan itu, Jokowi mengaku masih  melihat laporan jajarannya  masih biasa-biasa saja. Oleh sebab itu, dia mendorong agar segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya. Karena uang beredar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat nanti akan naik. Jadi, kata Presiden,  belanja kementerian jadi tolong dipercepat. Sekali lagi jangan menganggap ini biasa-biasa saja. Percepat. Kalau ada hambatan, keluarkan aturan menterinya agar cepat. Kalau perlu perpres saya keluarkan perpres. Untuk pemulihan ekonomi nasional.

“Misalnya, saya berikan contoh. Bidang kesehatan itu dianggarkan Rp 75 triliun, Rp 75 triliun. Baru keluar 1,53 persen, coba. Uang beredar di masyarakat ke-rem ke situ semua. Segera itu dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran sehingga men-trigger ekonomi. Pembayaran tunjangan untuk dokter, dokter spesialis, tenaga medis, segera keluarkan. Belanja-belanja untuk peralatan segera dikeluarkan. Ini sudah disediakan Rp 70-an triliun coba. Bansos yang ditunggu masyarakat, segera keluarkan, kalau ada masalah lakukan tindakan-tindakan lapangan. Meskipun sudah lumayan, tapi baru lumayan. Ini extraordinary. Harusnya 100 persen,” papar Jokowi.

Di bidang ekonomi juga sama, kata Jokowi,  Segera stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha kecil, usaha mikro. Mereka nunggu semuanya. Jangan biarkan mereka mati dulu baru kita bantu, enggak ada artinya. Berbahaya sekali kalau perasaan kita enggak ada apa-apa, berbahaya sekali. “Usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha gede, perbankan, semua yang berkaitan dengan ekonomi, manufaktur, padat karya, beri prioritas pada mereka supaya gak ada PHK. Jangan sudah PHK gede-gedean, duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita. Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Ini extraordinary,” tutupnya. (red)