Jakarta, Komite.id- Kepala Pusat Artificial Intelligence (Kecerdasan Artifisial) Institut Teknologi Bandung (ITB), Ayu Purwarianti mengatakan, meski masih terbatasnya jumlah tenaga ahli di bidang AI namun Indonesia mampu mengembangkan teknologi AI untuk menunjang perkembangan industri lainnya. Apalagi, Indonesia menjadi salah satu negara dengan ketertarikan dan adopsi AI tertinggi di ASEAN.
“AI talent atau SDM di bidang teknologi AI tidak hanya melulu belajar lewat buku maupun kelas online. Kenapa? Karena yang terpenting adalah experience untuk membangun model yaitu untuk memilih parameter model yang tepat; experience baik dari industri maupun penelitian,” ungkap Ayu yang juga sebagai Co-founder Prosa.ai dalam webinar yang digelar oleh Asosiasi Big Data & AI (ABDI) bersama Huawei Indonesia dengan tema Strengthening Research & Innovation with AI to Foster Economic Recovery, pada Rabu (19/08).
Lebih lanjut Ayu menceritakan awal 2008 mengajar di ITB terkait bidang AI. Selama kurun waktu ini, terdapat banyak penelitian yang dihasilkan dan paper serta hak cipta terkait riset tentang teknologi AI, namun belum dapat menghasilkan produk yang dapat dipelihara. Di 2018, pihaknya berkesempatan untuk mengkomersilkan atau membuat hasil riset tersebut menjadi sebuah produk teknologi yang bisa digunakan atau dimanfaatkan oleh industri, yaitu melalui Prosa.ai.
Ia berharap pemerintah dapat mensupport kegiatan dari Pusat AI yang baru terbentuk pada 2019 lalu. Pusat AI tersebut bisa dimanfaatkan oleh industri maupun riset termasuk untuk program merdeka belajar. “Meski sudah ada tapi akan lebih baik lagi kalau pemerintah kembali mempertegas lagi dukungannya untuk penelitian maupun industri seperti regulasi, insentif maupun penyediaan infrastruktur terkait data. Apalagi data kita ibaratkan sebagai darah bagi teknologi AI. kalau darahnya kotor maka model yang dihasilkan akan menjadi kotor,” tegasnya.
Pada kesempatan presentasinya dalam webinar ABDI, Ayu mengelompokkan Research development (R&D) di AI menjadi empat bagian yakni Infrastruktur, Sains, Teknologi dan Solusi. Pertanyaannya adalah dalam jangka waktu pendek menengah, posisi Indonesia ada di level mana? Nah, Untuk bersaing di bidang infrastruktur dan sains tentunya membutuhkan SDM yang mumpuni dan dana penelitian yang cukup besar.
“Jadi yang kami kembangkan di ITB adalah teknologi dan solusinya, seperti membuat modul-modul yang kalau kita rangkai, akan menjadi sebuah solusi yang bagus. Karenanya kami berharap pemerintah memberikan dukungan atau keberpihakan terhadap teknologi dan juga solusi agar penelitian maupun industrinya berkembang khususnya terkait teknologi AI.”
Terkait dengan situasi pandemi COVID-19 sendiri, Pusat Artificial Intelligence ITB mengembangkan “COVID-19 social media monitoring” (dapat diakses di https://covid19-socmed.id) yang merupakan platform untuk memantau perkembangan isu COVID-19 serta informasi hoax di tengah masyarakat melalui medsos. Pemanfaatan AI juga sedang dikembangkan guna mengawasi perilaku masyarakat misalnya dalam hal mendeteksi kepatuhan masyarakat dalam mengenakan masker, adanya kerumunan, suhu tubuh, maupun aksi tertentu seperti batuk dan lain-lain.
Sedangkan, Prosa.ai merupakan startup yang fokus pada teknologi pemrosesan teks (natural language processing/NLP) dan suara (speech) dalam Bahasa Indonesia. Ia berdiri sejak tahun 2018. Kini, perusahaan sudah berhasil merekrut lebih dari 30 orang Data Scientist yang berfokus pada AI, 30 orang data annotators, (Linguistics) NLP & Speech products, data dan services yang berasal dari industri teknologi, pemerintahan, dan akademisi.
Adapun produk yang telah dikembangkan oleh Prosa.ai adalah Prosa Hoax Intel, NLP Toolkit API, Concept-Sentiment, Chatbot NLP Processing, Text Data Sets, Voice Biometrics, Speech Datasets, Speech-to-Text, Text-to-Speech, Conversational Analytics and Meeting Analytics for Bahasa Indonesia.
Salah satu produknya yang terkenal dan sudah diimplementasikan adalah Chatbot Antihoaks di Telegram. Chatbot ini adalah produk hasil kerja sama dengan Mafindo dan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), untuk mengecek kredibilitas sebuah berita, artikel, atau tautan yang diberikan masyarakat melalui fitur chat untuk mengurangi penyebaran hoaks. (red)