Jakarta, Komite.id- Survei perusahaan keamanan siber Kaspersky menunjukkan bahwa jika kebocoran data tentunya dapat berdampak buruk pada reputasi organisasi dan keuntungan finansial. Ini berlaku untuk di semua bidang, termasuk teknologi. Dan, setiap kebocoran data yang dialami perusahaan di Asia Tenggara mampu menelan biaya rata-rata lebih dari $1 juta. Belum lagi, perusahaan juga berpotensi kehilangan tambahan sebanyak $186 juta pada setiap peluang setelah insiden kebocoran data yang dialami.
“Penjahat siber tidak memperhitungkan waktu saat akan bertindak. Ketika mereka mendeteksi kerentanan apa pun di sistem perusahaan, sesegera mungkin mereka mengeksploitasinya. Oleh karena itu, perusahaan harus terus memperkuat pertahanan mereka untuk menjaga keamanan data perusahaan dan pelanggannya,” ujar Stephan Neumeier, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky, dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (3/11).
Bahkan menurut perusahaan keamanan siber Kaspersky, platform ecommerce dan layanan pemesanan lainnya akan terus menjadi target utama peretas seiring meningkatnya ketergantungan orang terhadap belanja online. “Mereka akan terus menjadi target utama peretas karena platform tersebut sering kali berisi data pelanggan dalam jumlah besar,” tambah Neumeier. “Dengan meningkatnya aktivitas online, muncul gerakan diam-diam yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan siber. Inilah sebabnya mengapa perusahaan dan individu harus meningkatkan kewaspadaan lebih dari sebelumnya,” lanjut Neumeier.
Laporan terbaru dari Kaspersky untuk sistem otomasi industri menunjukkan bahwa Asia dan Afrika adalah kawasan yang paling tidak aman secara global selama enam bulan pertama tahun 2020. Tidak mengherankan bahwa komputer ICS di Asia Pasifik dihadapkan pada ancaman dunia maya dengan jumlah tertinggi, karena kawasan ini sedang dalam proses membangun masa depan yang berpusat pada pelanggan atau konsumen.
“Sistem cerdas dan produksi otomatis membutuhkan pertahanan mendalam dan cerdas untuk menggagalkan upaya berbahaya, yang mungkin melewati dari dunia maya ke dunia fisik. Untuk menghindari keadaan yang genting, diperlukan pendekatan desain yang aman. Kekebalan siber (cyber immunity) terhadap serangan harus tertanam dalam struktur sistem industri saat ini dan di masa depan,” tambah Neumeier. (red)