PSMTI Departemen Peranan Perempuan Dukung Kebaya Jadi Warisan Budaya UNESCO

0
1282
Potret beberapa pengurus PSMTI Departemen Peranan Perempuan bersama tokoh perempuan berkebaya dalam acara Collaborating To Safeguard Kebaya, Pullman Hotel Central Park, Jakarta Barat, Selasa 07/02

Jakarta, Komite.id – Kebaya adalah identitas luhur warisan budaya bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan. Dalam hal ini, Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) melalui Departemen Peranan Perempuan bersama dengan komunitas berkebaya lainnya memenuhi undangan dalam acara The Indonesian Kebaya Communities in collaboration with Directorate of Socio-Cultural Affairs and International Organizations of Developing Countries, MoFA and Directorate of Cultural Protection, MoECRT dengan mengangkat tema besar “Collaborating to Safeguard the Kebaya of ASEAN”, Pullman Hotel Central Park, Grand Ballroom Lobby Level, Podomoro City, Jakarta Barat, Selasa (07/02).

Turut hadir Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres/ Ketum Pertiwi) Putri Kuswisnuwardhani, Yanti Airlangga, Miranda Gultom, Desainer Pemerhati Budaya Musa Widyatmodjo sebagai Narasumber, Menantu Presiden RI Erina Gudono, perwakilan negara ASEAN yang hadir secara langsung maupun melalui teleconverence jajaran pejabat pemerintah serta tokoh penting lainnya yang terkait dalam Indonesian Kebaya Communities.

Menjadi paguyuban Tionghoa terbesar di Indonesia, PSMTI terus mendukung program pemerintah dengan cara berperan aktif dan terlibat dalam upaya melestarikan kebaya di Tanah Air dan mengusung ke UNESCO sebagai warisan tak benda.

Sekretaris PSMTI Dept. Peranan Perempuan, Mei mengatakan “Karena PSMTI merupakan rumah besar etnis Tionghoa dan yang seperti kita ketahui bahwa akulturasi budaya Tionghoa dengan Melayu melahirkan budaya Peranakan dengan kebaya encimnya seperti yang dikenakan ibu-ibu pada hari ini, maka kami sebagai warga keturunan Tionghoa ikut bangga dapat ikut dalam arus besar berbangsa, berjuang melalui kebudayaan yakni pelestarian kebaya. Bangsa yang besar tidak terlepas dari akar budaya dan indentitas,” jelas Mei, di acara Collaborating to Safeguard the Kebaya of ASEAN di Jakarta, Selasa (07/02).

Dalam kesempatan tersebut, Desainer Pemerhati Budaya Musa Widyatmodjo menuturkan bahwa saat mengenakan kebaya itu harus disesuaikan dengan tempat, waktu dan acara yang berlangsung. “Masa pakai kebaya di acara formal pakai sneakers, mbok ya pakai selop gitu loh,” kata Musa.

Padu padan yang tepat dalam memakai kebaya menjadi sangat penting untuk diketahui semua masyarakat. Hal Ini, dijelaskan Musa tak hanya membuat penampilan menjadi sempurna, tetapi juga menghargai kebaya yang merupakan budaya Indonesia.

Pasalnya, Indonesia bersama Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam serta Thailand mengusulkan kebaya ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Kelima negara di Asia Tenggara yang mengenal kebaya sebagai busana tradisional perempuan ini mengusulkan melalui mekanisme nominasi bersama atau joint nomination.

“Proses pengusulan dimulai ketika Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri bertemu Presiden Joko Widodo di Jakarta pada 2021,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid.

Disampaikan Hilmar bahwa mekanisme nominasi bersama ini justru merupakan kontribusi negara pihak pengusul dalam mempromosikan keberagaman budaya dan mendorong dialog antarkomunitas.

Terkait pengusulan Kebaya melalui nominasi bersama juga sekaligus menjadi momentum dalam memperkuat persatuan dan solidaritas regional ASEAN.

Sementara itu, untuk mekanisme nominasi bersama atau joint nomination sendiri telah dikembangkan oleh UNESCO pada 2008 sebagai upaya merealisasikan tujuan Konvensi UNESCO 2003 atau Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage.

Diketahui, pada tahun 2000, negara-negara anggota ASEAN mencetuskan Declaration on Cultural Heritage yang berkomitmen memajukan pelindungan dan promosi warisan budaya. Upaya pemajuan ini dilakukan dengan mengembangkan perspektif ASEAN berdasarkan elaborasi dengan hubungan warisan, sejarah, budaya, serta identitas regional yang dimiliki bersama.

Hal ini dapat diartikan, UNESCO 2003 merupakan upaya meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menghormati keragaman budaya serta memberikan pengakuan terhadap praktik dan ekspresi komunitas di seluruh dunia dalam upaya pelindungan warisan budaya takbenda.

Sehingga, pemerintah melalui Kemendikbudristek akan menyelenggarakan kegiatan Workshop Pengusulan Kebaya Sebagai Nominasi Bersama 2023 di Jakarta. Perhelatan Nominasi ini bertujuan untuk mempererat hubungan kerja sama di bidang kebudayaan di antara negara ASEAN melalui pengisian bersama naskah nominasi Kebaya.

Adanya mekanisme nominasi bersama, Hilmar menegaskan penetapan elemen budaya ke dalam daftar ICH bukan pengakuan terhadap suatu negara atas hak paten atau hak kekayaan intelektual warisan budaya.

Berkaitan dengan itu, di sinilah PSMTI Departemen Peranan Perempuan ikut hadir untuk menyatakan dukungan nya dalam berbangsa dan bernegara, yakni dengan terlibat aktif dalam mendukung perjuangan negara.

Jika dulu kita mengangkat bambu runcing dalam perjuangan kemerdekaan. Saat ini, Dept. Peranan Perempuan PSMTI menjadi satu-satunya organisasi Perempuan Tionghoa yang diajak aktif, ikut hadir dan terlibat dalam perjalanan perjuangan bersama untuk mempertahankan kebaya sebagai warisan budaya.

Baik lewat media maupun menanamkan pemahaman untuk terlibat aktif dalam memiliki satu sikap bersama memberikan dukungan kegerakan, dan ini juga sebagai satu sikap demi mencintai NKRI ini.

Adapun jenis kebaya yang diusulkan dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) atau Kebaya Goes to UNESCO sebagai nominasi bersama tahun 2023 ialah Kebaya Labu dari provinsi Kepulauan Riau dan Kebaya Kerancang atau dikenal sebagai Kebaya Encim dari Betawi.