Jakarta, KomIT – Diskusi Panel dengan tema “Managing Digital Economy Disruptions” di JCC, Merak Room, 2 Juni 2016 menghadirkan 6 pakar dan ahli dari masing industri agar memberikan Insight dan visi kepada industri bagaimana menyikapi Disrupsi yang terjadi. Pada artikel sebelumnya di Komite.ID, Mc Kinsey memetakan dampak disrupsi pada 6 klasifikasi dari yang normal hingga yang ekstrim menggunakan model ekonomi klasik supply dan demand.
Panelis pertama Gilarsi W Setijono, Direktur Utama PT Pos Indonesia, menjadi BUMN tertua di Indonesia berusia 270 tahun dan terbesar dengan cabang sebanyak 4,800 kantor layanan POS, yang hampir mencakup 71% kecamatan di NKRI sejumlah 6,747 (2015) hingga perbatasan dan memiliki 32,000 agen Pos setara dengan 50% jumlah desa di NKRI. Belum ada BUMN atau perusahaan yang dapat menandingi PT Pos Indonesia. Pada era yang lalu infrastruktur dan kantor cabang yang dimiliki PT Pos Indonesia tentu mengalahkan semua pesaing disektor logistik, sehingga PT Pos Indonesia sebagai incumbent tidak banyak berjuang bagai raksasa yang tertidur.
Pada era digital ekonomi ini disrupter banyak yang tidak memiliki asset. Contoh yang diberikan oleh panelis dari National University Singapore (NUS) mengambarkan perusahaan disrupter sebagai berikut: (1) Media yang paling popular saat ini Facebook tidak membuat contentnya (user generate content); (2) Perusahaan Taxi terbesar didunia Uber tidak memiliki armada mobil; (3) Retailer terbesar didunia Alibaba tidak memiliki Inventory barang miliknya sendiri; (4) Perusahaan penyedia kamar AirBnB seperti hotel tidak memiliki kamar; (5) Perusahaan album foto terbesar didunia Instagram tidak membuat ‘foto’; (6) Perusahaan telekomunikasi terbesar didunia Whatsapps tidak memiliki infrastruktur Telekomunikasi; (7) Perusahaan breaking news terbesar didunia Twitter tidak membuat berita.
Artinya meskipun PT Pos Indonesia adalah BUMN terbesar ditanah air namun pada era Digital Ekonomi ini, tetap dapat menjadi korban disrupsi (Terdisrupsi) oleh pesaingnya baik dari dalam negeri RPX, JNE , maupun luar negeri seperti DHL, Fedex, ataupun diluar industrinya. Sehingga mungkin alasan Menteri BUMN merekruit Gilarsi, CEO yang mempunyai banyak pengalaman di Multi Nasional di dalam dan diluar Negeri agar tidak terdistorsi oleh tidak efisiennya mesin birokrasi.
Gilarsi juga membuat strategi Go Global dengan menyiapkan collocation warehouse PT Pos di China untuk menampung transaksi dengan Taobao atau Alibaba yang juga mengakuisisi Lazada untuk memasuki pasar Negara Asean termasuk Indonesia; di Jepang untuk menerima logistic dari Rakunten dan di AS menerima logistic dari Amazon atau pun Wallmart. Selain outward looking, collocation warehouse ini juga bermanfaat bagi UKM lokal untuk dapat bertransaksi di China, Jepang atau AS memanfaatkan warehouse collocation PT Pos.
PT Pos Indonesia juga memanfaatkan kantor cabang sebagai Galeri untuk membantu UKM memperagakan produknya karena majoritas lokasi gedung kantor pos di banyak kota sangat strategis. Contoh institusi incumbent yang terdisrupsi dan juga mendisrupsi agar tetap relevan.
Panelist kedua,Kusumo Martanto, CEO Blibli.com sudah tidak asing bagi peserta diskusi panel, karena iklannya di media TV dan cinema dengan jargon “Big Choice. Big Deal” atau pun iklan memancing minat Generasi Milenial dengan temalnya “Big Fans for Good Life”. Kalau lihat Bliblicom, maka akan langsung teringat Indonesia meraih piala All England atau costum jago basket dunia NBA Store. Strategi kolaborasi dengan pemain dan ruang lingkup global untuk memberikan differensiasi produk Blibli.com dengan online store yang lain, ujar Kusumo. Investasi Capex dan Opex jumlah besar, model Unicorn untuk membangun Online Store atau Mall seperti Blibli.com dan seperti halnya MatahariMall.com dengan suntikan dana sekitar Rp 6.5Triliun; Tokopedia sekitar Rp 1.3 Triliun; Grab sekitar Rp 8 T dan seterusnya, sejalan dengan strategi Menkominfo Rudiantara yang ingin membangun 1,000 Technopreneur (2020) dan 2 Unicorn setiap tahunnya. Panelist disektor Venture Capital akan memberikan perspektif yang berbeda terkait Unicorn financing.
Menurut Kusumo challenge terbesar dalam mendisrupsi pasar masih tetap pada isu klasik Fulfillment, baik logistik dan payment systems, artinya kolaborasi sesame panelist sangat diharapkan antara PT Pos Indonesia dan Blibli.com. Posisi Blibli.com dan MatahariMall.com yang mendisrupsi Mall dan Toko tradisional, sehingga banyak mall dan toko tradisional kini ikut arus disrupsi membangun toko online, bahkan juga diikuti oleh AlfaMart, AceHardware dan IndoMart.
Berbeda dengan Blibli.com yang produknya adalah consumer retail, maka produk dari panelist ketiga, mewakili ShopITe.ID ditujukan untuk segmen korporasi disektor Teknologi Informasi (TI) Enterprise, meliputi Server; Storage; Network; Aplikasi, Security, Data Center, Clouds Computing dan Big Data yang notabene merupakan infrastruktur TI yang digunakan oleh para Disrupter. Awalnya dari PT Micronics Internusa, 1988 sebagai perusahaan distributor PC Dell tradisional atau brick & mortal. Seiring pergantian Millenium, Micronics mulai terdisrupsi oleh Pasar Online segera mulai mengembangkan ShopITe.ID sebagai online store.
Pertanyaan menggelitik dari peserta diskusi kepada Winarto FX, CTO ShopITE.ID bahwa industry PC yg digeluti Micronics sudah terdisrupsi oleh Smartphone, bahkan PC Server pun terdisrupsi oleh client yang mulai memanfaatkan Cloud Computing, sehingga bagaimana strategi ShopITE.ID ? Agar terhindar dari dampak disrupsi Smartphone dan Clouds, maka ShopITe.ID harus mengalihkan fokus pada penyediaan infrastruktur Data, karena dengan semakin banyaknya smartphone yang memiliki storage yang semakin besar dan komunikasi yang marak, bersemi era Big Data, yang makin membutuhkan infrastruktur Storage, Computing ataupun Clouds, dimana Clouds tetap harus ditunjang oleh Server, Storage dan Data Center fokus ShopITE.ID, meskipun tidak lagi berada di Front Office (in premise), namun dapat berada di back office atau Publik Cloud. Big Data analytics pun membutuhkan PC dengan prosesor yang tinggi, sehingga bermunculan Workstation baik PC Desktop maupun portable.
Tender Pemerintah pun mengalami transformasi menuju paperless dan online, ditunjang institusi seperti Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) dimana dapat memanfaatkan online store seperti ShopITe.ID, eCatalog dan eProcurement dimasa mendatang. ShopITE juga menggunakan strategi kolaborasi dengan panelist yang lain seperti PT Pos Indonesia, Blibli.com, Intel ,Teradata untuk solusi Enterprise IT seperti Big Data, serta Kedjora membangun UKM Startup. (Bagian 1)