Threshold Harga Smartphone untuk Skema TKDN Software belum disepakati

0
3110

Jakarta, KomIT – Untuk kesekian kalinya digelar rapat rapat lanjutan (20/6) dengan Agenda Finalisasi Penghitungan Nilai TKDN Hardware – Software untuk Produk Subscriber Station dipimpin langsung oleh I Gusti Putu Suryawirawan, Direktur Jenderal ILMATE (Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika), Kementrian Perindustrian.

Pertemuan terakhir (20/6) berlangsung cukup dinamis dan lebih lengkap dengan hadirnya wakil berbagai vendor, manufaktur merek global dan lokal, akademisi serta Ferry Anggriono, Direktur Impor, Kementrian Perdagangan serta Budhi Setiyanto, Kepala Seksi Infrastruktur Komunikasi Radio, Kementrian Kominfo.
(Baca pertemuan sebelumnya (7/6): http://komite.id/2016/06/12/quo-vadis-industri-smartphone-antara-manufaktur-perakitan-vs-pengembangan-software/ )

Rapat sebelumnya (7/6) sudah menggunakan 2 skema pilihan Hardware 100%- Software 0%, yang disebut sebagai opsi TKDN Hardware; sedangkan Hardware 0% – Software 100% disebut sebagai opsi TKDN Software. Dimana 2 opsi ini lebih ringkas dan mudah menggantikan opsi 5skema komposisi Hardware-Software dari 0%, 25%,50%, 75% dan 100% yang lebih rumit. (Baca pertemuan (16/4): http://komite.id/2016/04/18/i-g-putu-suryawirawan-5-skenario-perhitungan-tkdn-smartphone/ )

Pilihan skema Penghitungan Nilai TKDN Produk Subscriber Station Telepon selular, Komputer Genggam danKomputer Tablet memiliki dua opsi seperti diatas: (1) TKDN Hardware dengan criteria komposisi 70% manufaktur; 20% Pengembangan dan 10% Aplikasi. Sedangkan skema opsi TKDN Software dengan criteria komposisi 10% manufaktur; 20% Pengembangan dan 70% Aplikasi.

Semestinya rapat terakhir (20/6) membahas wacana threshold harga Smartphone Rp 8 juta (US$ 600) yang sudah diskusikan pada rapat yang lalu (7/6) untuk dapat menggunakan opsi Software 100%-Hardware 0%, serta mendengarkan tanggapan dari peserta rapat yang terdiri dari wakil vendor global dan lokal seperti Samsung, Galva, Politron, BlackBerry, Huawei, Lenovo, EraJaya Swasembada Tbk dll, serta manufaktur EMS seperti PT Panggung Elektrik Citrabuana, dll. Namun dengan banyaknya peserta baru, yang tidak hadir pada rapat sebelumnya (7/6) maka usulan baru dan wacana Threshold opsi Software dari floor bermacam macam dari Rp 4 juta; Rp 6 juta hingga Rp 8 juta, bahkan ekstreem ada yang menawar Rp 3 juta hingga Rp 1 juta.

Komite.ID menyarankan kepada Dirjen ILMATE agar melibatkan analyst pasar seperti GfK dalam menentukan threshold software ini agar ada kepastian sesuai dengan kondisi dilapangan, karena ide awal TKDN adalah keprihatinan oleh defisit perdagangan ponsel yang meningkat hingga Rp 60 Triliun disebabkan sifat masyarakat yang konsumtif dan industri yang cenderung memilih opsi impor 100%. Lyana, Government Relation PR, PT Huawei Tech Investment didukung oleh Juliana Cen, Country Product Group, PT Asusindo Servistama, mengatakan bahwa menurut analyst seperti Gfk, konsumen di Indonesia sangat price sensitive sehingga 85% konsumen memiliki preferensi ponsel Smartphone 4G LTE dengan harga Rp 3 juta; sehingga Huawei menyarankan threshold Rp 4 – 6 juta dan Rp 8 juta dianggap jauh diatas harga high end dari produk Huawei.

Ujar Ali Soebroto Oentaryo, Ketua Umum AIPTI (Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia) kepada Rudi Rusdiah Editor Komite.ID sekaligus Ketua Bidang Industri, Masyarakat Telematika, bahwa: “Sebagai Wakil dari Manufaktur dan EMS tetap mengharapkan agar threshold opsi Software tetap tinggi Rp 8 juta mengingat beberapa manufaktur seperti Samsung sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri 68/M-IND/Per/8/2015 tentang TKDN, Agustus 2015, mulai merencanakan investasi untuk R&D dan Pabrik cukup besar sekitar US$ 25 juta (Rp 332 Miliar) pada tahap awal dan terus meningkat setiap tahunnya.

Namun investasi Samsung ini menjadi terhenti ketika ada inkonsistensi kebijakan TKDN dengan munculnya opsi Software, karena lobby pihak pihak vendor global yang tidak ingin membangun pabrik di Indonesia dan memilih opsi Software (Bisnis:20/6). Opsi Hardware memang padat karya karena buruh sebuah pabrik misalnya smartphone Samsung misalnya mempekerjakan minimal 1,000 pekerja pabrik perakitan, ujar Ali. Belum menghitung yang lain seperti PT Panggung dan puluhan ribu pekerja pabrik di EMS PT Satnusa di Batam.

Sebaliknya, Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika mendesak seluruh vendor smartphone memilih skema Software, kebijakan yang diharapkan oleh vendor seperti Apple dan Blackberry yang selama ini menolak membangun pabrikan di Indonesia (Bisnis:20/6). Ditambahkan Rudiantara: ‘Agar Indonesia tidak lagi menjadi Negara blue collar atau kerah biru yang artinya hanya menjadi Negara buruh.

Sayangnya yang tidak diperhitungkan sebuah pabrik perakitan seperti Samsung meski blue collar worker, namun sangat padat karya dan mempekerjakan 1,000 pekerja membantu mengurangi pengangguran di Indonesia, sedangkan sebuah pabrik perakitan software adalah industri kreatif yang mungkin cukup dikerjakan beberapa staff saja, sehingga belum memecahkan masalah lapangan kerja di Indonesia. Ditambahkan Ali, dengan adanya opsi TKDN Hardware dan industry manufaktur maka ecosystem industry manufaktur pendukung akan tumbuh, serta juga menumbuhkan industry softwarenya, belum tentu sebaliknya dengan opsi TKDN software.

Diharapkan pada rapat yang akan datang, dapat disepakti threshold sebagai persyaratan minimal untuk dapat menggunakan skema Software 100%, yang tidak merugikan investor pabrikan dengan TKDN Hardware. TKDN Software merupakan signal kepada WTO bahwa kebijakan TKDN RI investor friendly tidak diskriminatif atau menutup akses pasar kepada produk global yang tidak memiliki pabrik alias outsourcing. Rapat yang akan datang juga akan fokus membahas skema Software 100%, dimana salah satu criteria nya harus memiliki 7 applikasi buatan lokal yang sudah memiliki sejuta pengguna, sedangkan skema Hardware 100% dianggap sudah lebih dulu matang dan disetujui oleh para manufaktur perakit baik global, lokal maupun EMS (rrusdiah@yahoo.com)