Part II: Disrupsi industri manufaktur Smartphone Asia & Quovadis industri RI.

0
2696

Jakarta, KomIT – Lanjutan laporan dari ajang pameran terbesar didunia HK Electronics Expo 13-16 April 2017 untuk pabrikan peralatan elektronik dari peralatan rumah tangga, komputer, gadget mobile, telematics (ICT untuk mobil), GPS, M2M dll, dibarengi dengan pameran ICT Expo. Diikuti oleh 3,500 pabrikan kecil dan besar, exhibitor majoritas dari China, Hongkong, Eropa, Israel, Canada total 23 negara didukung oleh Hongkong Trade Development Council(HKTDC) diseluruh dunia.

(Judul Laporan I: Pabrik Smartphone Asia masuki fase Maturity, era peralihan didepan mata)

Menurut theory “Industry & Product Life Cycles” (JM Higgins: 1985) maka siklus perkembangan industri dibagi menjadi 4 tahapan: (1) Tahap Emerging (industry, pemain mulai lahir, demand tidak jelas -wildcat); (2) Tahap Growth (industri mulai tumbuh pesat (star), banyak pemain di pasar, karena demand > supply) sehingga banyak pemain muncul dipasar; (3) Tahap Maturity (shortlisting pemain yang matang yang menikmati (cashcow), global, demand < supply bagi majoritas pemain); (4) Tahap Declining atau Sunset pemain mulai meninggalkan pasar dan industri/teknologi meredup (dog). Dalam hal industri memang banyak daerah di Indonesia sangat tertinggal jauh, kecuali beberapa kantong industri seperti Batam, Cikarang, Sidoarjo, Semarang yang masih mempunyai beberapa perusahaan manufacturing elektronik seperti Flex Electronics; Delta dan TSM, satu satunya design house di Indonesia. TSM sebagai design house EMS berambisi membangun value/supply chain industri smartphone di Indonesia, karena industri hulunya masih sangat minim dan teknologinya pun masih fokus di sentra manufacturing global seperti China, Taiwan, Korea, Jepang, dll. Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto industry telematika RI berkembang pesat karena adanya aturan TKDN Smartphone Gadget 4G sehingga ada 23 perusahaan EMS (Electronics Manufacturing Service), 42 merek dan 37 pemilik merek global maupun nasional yang menanam investasi Rp 7 Triliun, menyerap 13 ribu tenaga kerja serta angka penjualan ponsel mencapai 60 juta unit. Menurut Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika, IG Putu Suryawirawan import ponsel 37.1 juta unit (2015) mencapai US$ 2.2 miliar (Rp 29 .2 triliun) turun menjadi 18.4 juta unit sekitar US$ 773.8 juta ( Rp 10.3 triliun) sedangkan perakitan lokal mencapai 25 juta tahun lalu dengan angka import komponen hardware yang dapat dipastikan masih tinggi, karena ada pilihan TKDN software dan investasi, namun sudah ada upaya menghemat devisa Negara. Sayangnya dari diskusi dengan Yovita Bellina, CEO TSM pada edisi Komite.id yang lalu hanya beberapa EMS saja yang benar benar melakukan assembling (perakitan) hardware menghasilkan merek seperti Polytron, Evercoss, Advan dan Digicoop kerjasama dengan design house TSM dan EMS VS Technology. Dibandingkan di Shentzen saja ratusan bukan saja merakit hardware, tapi total pabrikan disupply chain komponen yang massif di China. Skema TKDN di RI juga beberapa kali berubah dan dari pure manufacturing process & hardware assembly ditambah menjadi TKDN Investasi dan Software yang mungkin saja majoritas TKDN adalah komponen gedung, tanah dan bukan prosesnya. Jika tidak segera diperhatikan oleh Kementrian Perindustrian maka supply chain industry elektronika kita semakin tertinggal dibandingkan Vietnam, Shentzen, Malaysia dll. Menurut Putu idnustri software RI yang banyak berkembang menghasilkan produk aplikasi. Sayangnya supply chain dan EMS masih tetap tertinggal. Raksasa Huawei pun mulai merencanakan ‘exit’ atau keluar dari pasar, karena penjualan smartphone yang lesu, sekitar 20% di 22 negara dipasar dunia, itupun majoritas adalah pasar China menurut analyst GfK yang dilansir dari South China Morning Post (14/4/2017). Penetrasi smartphone di China sudah tinggi dan di Indonesia (RI) masih dibawah 50% meski penetrasi ponsel dan SIMM card sudah diatas populasi penduduk 130% (2015). Trend persaingan komponen kamera di smartphone yang mendekati kamera professional menjadi primadona beberapa tahun terakhir, kini kecenderungan beralih dari camera ke platform video dan life streaming globally yang diminati oleh generasi milenial di China. Peralatan IOT Internet Camera juga sangat popular diajang expo mendorong aplikasi Big Data video analytics dan meningkatkan masalah security serta privacy. Juga harus dibedakan ini adalah siklus industri di negara industri seperti China, Hongkong, Eropa dan AS, sedangkan di Indonesia kita masih sebagai pasar ,sehingga siklus nya menggambarkan pasar di Indonesia, bukan siklus industri. Sering ada delay alias ketika industri mulai mature dan matang, pasar di negara berkembang (emerging) masih pada tahap growth dan pertumbuhan masih tinggi. Seminar dengan judul “The Great Disruptions: Breakthrough Technologies that is changing the world” pada hari terakhir, pasti menarik sayang kami sudah harus kembali ketanah air membawa banyak ‘insight’ bahwa di arena manufaktur terjadi disrupsi besar, dimana yang pasti industri smartphone memasuki era maturity dan sudah banyak pabrikan yang mulai memikirkan ‘exit’ karena tidak bisa lagi berkompetisi dengan yang sudah menjadi pemain raksasa global, disrupter 5 tahun yang lalu. What’s next ? Kandidat teknologi nya sudah disebut diatas, semoga memberikan insight bagi para C level untuk siap siap memasuki era transisi teknologi dipersimpangan jalan (rrusdiah@yahoo.com)