Karir Tak Harus Melupakan Kodrat Sebagai Seorang Ibu

0
4038

Maya Dewi Armananty, Chief Executive Officer (CEO) Artek Group

Sebagai seorang perempuan dengan posisi puncak, tugas dan tanggung jawab yang diemban memang tidaklah ringan. Apalagi di tengah persaingan pasar bebas yang juga makin ketat. Kendati demikian, Maya Dewi, Chief Executive Officer (CEO) Artek Group, bisa membuktikan bahwa perempuan memiliki kemampuan yang juga tak kalah dengan kaum pria.
&&&&&&&&&&&&&&

Kiprah kaum perempuan saat ini tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Sejak era emansipasi bergulir, perbedaan gender sudah tidak berlaku lagi untuk dibicarakan dalam dunia profesional maupun karir. Wanita yang punya keahlian dan kemampuan, bisa menduduki posisi tertentu bahkan teratas di sebuah perusahaan atau institusi di negara ini.

Berbagai survei menyebutkan, belakangan ini makin banyak kaum perempuan yang dipercaya menempati posisi senior dalam perusahaan. Mulai dari posisi senior sebagai Chief Financial Officer (CFO) atau direktur keuangan, Chief Operating Officer (COO), serta berbagai posisi pentiny lainnya. Namun demikian, kaum perempuan yang bisa mencapai posisi puncak sebagai Chief Executive Officer (CEO), jumlahnya masih terbilang kecil hanya sekitar 6%.

Dari yang sedikit itu, salah satunya Maya Dewi Armananty yang kini menjadi CEO Artek Group, perusahaan periklanan dan pemasaran terintegrasi yang sudah berkiprah selama 40 tahun yang kini memiliki lebih dari 10 bisnis unit. Di tengah konvergensi media di era digital, Artek Group juga telah melakukan transformasi bisnis dengan layanan “One Stop Integrated Marketing and Communication Solution” di bidang solusi pemasaran dan periklanan terintegrasi.

Sebagai CEO, dia diberi tanggung jawab secara keseluruhan untuk tumbuhnya seluruh unit bisnis di bawah naungan Artek Group. Dia juga harus bisa memastikan adanya sinkronisasi dan kesinambungan dalam menyediakan solusi kepada klien-klien Artek Group, di tengah kompetisi industri advertising yang juga makin kompetitif. Apalagi dengan makin banyaknya pelaku asing yang ikut merangsek pasar Indonesia.

“Di tengah persaingan pasar seperti sekarang ini, perlu kreatifitas inovasi dan terobosan baru. Kita juga harus jeli melihat peluang untuk berkembang lagi. Di Artek, kami juga melakukan terobosan dengan melahirkan bisnis unit baru yang relevan, sesuai kebutuhan marketing komunikasi saat ini, seperti IC art (merchandising) dan IC pics (animation content). Ini sebetulnya keluar dari pattern industry. Tapi hasilnya, Alhamdulillah kami hingga kini mencatatkan pertumbuhan di atas pertumbuhan industri periklanan. Ranking kita di berbagai rekanan media adalah bukti nyatanya,” ungkap Maya Dewi Ar.

Dengan IC-Art, Artek saat ini memiliki spesialisasi dalam pengadaan berbagai jenis bentuk merchandising yang bersifat hi-tech, premium dan unik untuk keperluan promosi, cindera mata perusahaan dan lain-lain. Begitu juga dengan IC Pics, perusahaan juga menawarkan layanan strategi pemasaran dengan memanfaatkan format film untuk berbagai platform seperti TV, Youtube, Merchandising Character, dan lainnya.

Artek Group juga memiliki spesialisasi khusus dalam pengembangan dan produksi film, video, online video hingga 3D animasi. Strategi digital lainnya juga terus dikembangkan melalui Forward Digital yang merupakan unit bisnis dari Artek Group memiliki spesialisasi khusus platform digital. Forward Digital menyediakan berbagai layanan yang sesuai dengan kebutuhan klien, perkembangan dan tren dunia digital.
“Periklanan akan terus ada dan selalu menemukan bentuk baru, baik format dan mediumnya. Semakin lama akan semakin kompleks dan spesifik sejalan dengan turbulensi pergeseran nilai dan perilaku manusia dalam berbudaya dan berkomunikasi. Makanya harus selalu ada inovasi baru,” ungkapnya.

Meski memiliki kesibukan di dunia karir cukup padat, namun ia mengaku tetap tak melupakan kodratnya sebagai ibu rumah tangga di tengah keluarga. Baginya menjadi ibu bukan hanya takdir, tapi juga karier seumur hidup. Tapi bukan berarti hanya berdiam diri tinggal di rumah, namun bisa menjadi ibu plus, yang bisa berkiprah menunjukkan eksistensi diri di luar.

“Dengan terminologi ini, maka menjadi ibupun selalu mengarah kepada nilai yang terus tumbuh, karena anak-anak kita tumbuh dengan fenomena yang semakin kompleks…Saya selalu ada untuk mereka tak dipisahkan tempat dan waktu dalam kualitas yang terjaga. Saya kira sosok Kartini adalah spirit yang mampu memperjuangkan haknya untuk berkiprah dan memiliki pengaruh pada lingkungan. Bukan symbol perlawanan pada dikotomi laki-laki dan perempuan. Kartini sadar gender tahu takdir biologisnya sebagi ibu, tapi lebih dari itu tahu takdir ideologisnya sebagai manusia yang menjadi bagian dari bangsa terjajah. Dia bukan hanya pahlawan bagi wanita Indonesia tapi juga pahlawan bagi bangsa Indonesia,” paparnya.

Diakui, di tengah kompetisi yang makin ketat, tugas sebagai seorang CEO, memang tidaklah ringan. Apalagi dunia periklanan dan marketing berkembang kian kompleks yang juga diwarnai persaingan ketat. Dari sisi layanan, berbeda generasi konsumen, berbeda pula pendekatan yang perlu dilakukan suatu industri untuk menyampaikan produknya karena tren konsumen iklan juga banyak berubah. Termasuk lahirnya generasi millineal yang sudah lebih melek teknologi informasi di banding generasi sebelumnya. Karena itu, agar bisa terus eksis dan berdaya saing, dia mengaku terus belajar,… belajar, dan belajar.

“Salah satu tantangan besar yang paling mendesak di dunia periklanan adalah kesiapan para insan periklanan menyikapi perubahan media dan lanskap konsumen Indonesia. Dengan berkembangnya penggunaan teknologi komunikasi yang massif, harus pula disikapi dengan perubahan. Tantangan juga datang dari diri kita sendiri. Hal itu terjadi di saat kita berhenti belajar…berhenti bercermin pada ekosistem kita. Apalagi tantangan persaingan asing juga semakin banyak saat ini,” ujarnya.

Ia menilai, jika persaingan ditentukan oleh jaringan kapitalisme global, diakui sangat mengkhawatirkan. Hal ini karena perusahaan global membangun ekosistem bisnis yang kuat. Ia mencontohkan, merek global adalah “zona tertutup” untuk perusahaan nasional, sementara tak ada proteksi yang membuat mereka tak menyentuh merek nasional. “Garis besarnya persaingan ketat karena ada nilai yang tidak fair, dan negara cenderung melakukan pembiaran dalam hal ini. Saya berharap negara bisa lebih bijaksana dalam melihat dan menyikapi hal ini. Kita bisa ambil contoh dari negara-negara lain yang melakukan proteksi sehingga local business nya bisa berjalan baik,” kilahnya.

Sebagai perusahaan periklanan lokal murni, Artek terus berupaya memahami keinginan klien. Dengan memiliki insight lokal (Indonesia) yang kuat serta data penunjang yang relevan, Artek bisa terus melakukan terobosan dan inovasi baru, sehingga tetap mendapat trust (kepercayaan) dari beragam pelaku industri di Tanah Air. Beberapa perusahaan besar kini telah mempercayai Artek dalam hal komunikasinya, seperti Grup Sido Muncul, Mayora, TOP-1, dan masih banyak lagi. Dengan sederet klien yang tergolong kelas atas itu, Artek telah masuk jajaran 10 besar perusahaan periklanan lokal.

“Sebagai perusahaan lokal kita tahu ‘real Indonesian market’ karena kita juga merupakan bagian dari diri Indonesia, dan bicara dalam bahasa yang sama. Ini yang terus kita perkuat. Yang kami lakukan adalah selalu mencari penafsiran baru dari nilai perusahaan agar terus segar dan relevan dengan perkembangan masa kini dan masa depan dalam industri ini. Tapi tentunya kita juga harus ‘keep alert’ dan ‘stay relevant’, karena audiens Indonesia pun terus berkembang dari generasi ke generasi. Saya bersyukur puncak pencapaian karier saya bisa menempatkan Artek dalam spectrum industri di puncak tertinggi. Tidak mudah memang, karena kita memilih selalu mendaki lebih tinggi dari comfort zone kita kini,” tuturnya.

Menurutnya, salah satu kunci keberhasilan Artek, juga terletak pada sumber daya manusia yang mereka miliki. Karena itu, pihaknya selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas SDM yang dimiliki. Tim managemen Artek Group terdiri dari sejumlah profesional yang memiliki latar belakangdan pengalaman di dalam dan luar negeri.

“Produk utama kami adalah service, tujuan kami adalah bisnis. Maka hasil bisnis yang maksimal sangat tergantung pada kualitas service, dengan sumber daya terpilih. SDM merupakan kunci sukses utama di bisnis ini. Kreatifitas itu hanya akan lahir dari SDM yang berkualitas,” tandasnya. (red)