Konvensi Minamata , BPPT Dukung Pengolahan Emas Non Merkuri

0
2062

Jakarta, Komite – Tim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi kembali menghadiri Second Meeting of the Conference of the Parties (COP) to the Minamata Convention on Mercury, di Jenewa, Swiss, pada tanggal 19 – 23 November 2018.

Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT, Hammam Riza bahwa pertemuan ini ditujukan untuk mengimplementasikan Konvensi Minamata yang saat ini memasuki tahun ke-2 legitimasi penghapusan merkuri oleh 101 negara. “Kita dalam hal ini Indonesia diminta untuk menghilangkan produk, memproteksi lingkungan dan perbaikan daerah yang telah terkontaminasi merkuri. Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi kita, BPPT siap mendukung dari aspek teknologi untuk mengurangi penggunaan merkuri,” ujarnya melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (19/11).

Perlu diketahui tanggal 19 September 2017 lalu, Presiden Jokowi telah menandatangani Undang-Undang Nomor 11 tahun 2017 Tentang pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri). Dengan diratifikasinya Konvensi Minamata, diungkap Deputi TPSA, menunjukkan besarnya komitmen Pemerintah Indonesia terhadap upaya pengurangan dan penghapusan merkuri.

Hal ini merefleksikan komitmen Pemerintah untuk menghentikan penggunaan merkuri di pertambangan emas skala kecil (PESK) dan memperkuat kemampuan daerah dalam menyelesaikan permasalahan pencemaran merkuri yang berasal dari PESK. “Untuk Tahun Anggaran 2018, BPPT melakukan pembuatan Detail Engineering Design di lokasi PESK dalam membangun Pilot Plant Pengolahan Emas berbasis Non Merkuri di kelompok PESK yang ada di Wilayah Pertambangan Rakyat Kulon Progo, Yogyakarta,” rincinya.

Disebutkan, penghentian penggunaan merkuri pada pertambangan emas rakyat, tidak diartikan sebagai pemberhentian secara langsung pada tambang rakyat, karena akan memberikan dampak sosial dan ekonomi yang sangat besar, melainkan menggunakan pendekatan lain diantaranya pencarian solusi teknologi alternatif pengolahan emas non merkuri yang ramah lingkungan.

Harapannya, dengan terbangunnya fasilitas pengolahan emas non merkuri ini, para penambang rakyat dapat terbiasa menggunakan metode pengolahan emas bebas merkuri. “Hal ini juga dapat menginspirasi pemerintah daerah lainnya yang memiliki Wilayah Pertambangan Rakyat untuk mereplikasi fasilitas serupa. Sehingga sasaran penghapusan penggunaan merkuri pada aktivitas pertambangan emas skala kecil (PESK) di Indonesia bisa terwujud,” pungkasnya. (red)