Jakarta, Komite.id – Berkibarnya empat start up besar yang saat ini menjadi Unicorn, telah menjadi sebuah fenomena bagi penggiat startup. Fenomena ini dirasakan sejak gelombang pertama e-commerce yang terjadi pada periode 2005-2013. Periode tersebut ditandai dengan bergaungnya bisnis startup.
Ketua Associate E-Commerce Indonesia (iDEA) Ignatius Untung mengatakan, sebelum periode pertama startup tersebut, ada gelombang pre-stage. Dalam periode awal ini, terdapat beberapa perusahaan yang menjejaki bisnis marketplace di Indonesia, yakni Indonet, Bhinneka, Kaskus dan Tokobagus.com.
“Gelombang pre-stage mengawali booming-nya nama e-commerce. Pre-stage sendiri terhitung dari tahun 1996-2005, menariknya saat ini masih ada tiga pemain yang eksis. Seperti Kaskus yang umurnya sudah 20 tahun, Bhinneka yang usianya sudah 26 tahun, lalu Tokobagus.com yang sudah berganti nama,” katanya
Startup yang muncul sebelum gelombang pertama sangat sulit mendapat pendanaan, tidak seperti startup yang tumbuh pada gelombang pertama. Maka jangan heran, kata Untung, jika keempat unicorn berasal dari gelombang tersebut. Untung menuturkan, gelombang pre-stage merupakan era yang mana pemasaran perusahaan mengadu kreativitas.
Pada gelombang pertama startup, kata Untung, lahirlah banyak kebijakan pemerintah dan isu mengenai marketplace. Selanjutnya pada periode kedua yakni 2013-2015, lebih singkat karena pemainnya sudah mulai banyak. Periode ini juga dimulainya diskusi mengenai unicorn.
“Karena didorong sebanyak-banyaknya, seolah-olah sekarang tuh ide apa pun bisa jadi startup. Setidaknya ada 12 player besar saat itu. Pertanyaannya apakah Indonesia butuh sebanyak itu, akan jadi apa ke depannya?” kata Untung.
Pada gelombang ketiga yang dimulai pada 2015 hingga saat ini. Pada era ini terjadilah konsep pivot, konsolidasi, merger dan akuisisi. Untuk pendanaan gelombang ini, menurut Untung, lebih sulit mendapatkannya, karena venture capital lebih selektif dalam menyuntik pendanaan.
“Unicorn memang penting, tapi lebih penting sustainability-nya (bertahan lama). Jangan sampai sudah jadi unicorn tapi tidak sustainability. Bagi sebuah e-commerce, sustainability tidak kalah penting dengan identitas unicorn,” tegasnya. (WS)