Indra Utoyo: AI Kenali Anomali Transaksi Perbankan

0
2986

Indra Utoyo,  Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi PT BRI.

Jakarta, Komite.id-Tantangan bank adalah di risk management business, sehingga bagaimana artificial intelligence (AI) membantu supaya efektif dan efisien. Karena, pola ancaman di era digital makin meninglat dan resikonya makin komplek.  “Kalau kita menangani dengan cara-cara biasa mengenai pattern yang baru dan komplek ini, maka dibantu AI,” kata Indra Utoyo, Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI).

Kalau 100% secure tidak ada di perbankan, maka itu harus disempurnakan. AI dianggap bisa membantu lebih cepat merespon pola-pola anomali. Karena, teknologi tidak bisa mengenali itu error atau tidak. “Anomali akan diterjemahkan sebagai fraud,” ujarnya.

Indra mengemukakan perbankan terus melakukan improvement sistem keamanan, sistem teknologi, governance, people supaya bisa catch up perkembanga resiko di era sekarang. Selama ini kecolongan yang terjadi akibat berbagai hal seperti bad coding. ‘Tiap hari yang meng-attack kita sebesar 300 ribu  serangan,” tuturnya.

Serangan kepada BRI berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Kalaupun itu kelihatan dari luar negeri bisa merupakan smoking (seolah-olah) dari luar negeri.  Indra menekankan lagi bahwa kolaborasi menjadi kunci agar layanan perbankan semakin berfariatif dan juga aman. Selain berkolaborasi dengan berbagai platform digital seperti e-commerce, perbankan juga harus berkolaborasi dengan regulator untuk mengantisipasi tindak kejahatan cyber atau cyber crime.

Indra menyebut, layanan digital BRI sedang berkembang pesat dimana 90% transaksi sudah melalui digital atau non-branch. Pihaknya berencana akan mengalihkan peran pegawainya di cabang lantaran mulai berkurangnya transaksi yang terjadi di sana. “Sekarang ini era semua conected. Sekarang di BRI 90% tansaksi sudah digital, 10 persen kantor cabang. Karena bri layani ke desa desa jadi masih ada human touch disini. Tapi kita trennya bergerak ke arah sana jadi harus ada arah kolaborasi,” kata Indra.

Ia menambahkan, pada era indusrtri 4.0 ini layanan perbankan juga harus cepat. Selain cepat kordinasi peningkatan keamanan dengan regulator maupun pihak berwajib seperti kepolisian juga harus terus terjalin. “Kita masuk ke environment di 4.0 kalau di finansial dari sisi pergerakan customer juga sudah bergerak,” tambah Indra.

Sebagai informasi, Bank BRI sendiri mengaku terus mengembangkan sektor IT dan digital miliknya untuk dapat melayani nasabahnya dengan baik. Oleh karena itu, BRI juga telah menyiapkan capex miliknya di IT kisaran Rp3,7 triliun pada 2020 atau tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya.

Tangkal Cyber Crime, Regulator Diminta Cepat Tanggap

Menurutnya, regulator dituntut untuk tanggap dan cepat membuat trobosan regulasi dalam menanggapi perkembangan teknologi khusunya untuk layanan digital banking guna melindungi nasabah perbankan.

Indra Utoyo menyebut, ditengah tren open banking kolaborasi perbankan tidak dapat terlepaskan. “Sekarang kita masuk dengan era open banking. Dulu connect dengan PLN, Telkom sekarang betambah ada e-commerce. Sekuriti dan regulasi harus ada yang baru mengikuti teknologi karena digital ini luar biasa banyak,” kata Indra

Menurutnya, saat ini regulasi perlindungan data nasabah harus terus dimatangkan guna mengantisipasi adanya cyber crime. Karena kejahatan cyber akan terus berkembang mengikuti perkembangan digital. “Tipe kejahatannya berbeda dan cepat berubah, mereka lebih berani ambil action. Bagi bank, bridge data itu resikonya besar bagimana kita mendetect,” jelas Indra.

Selama ini, Bank BRI juga terus mengimbau kepada nasabah untuk menjaga data pribadinya salahsatunya menjaga PIN ATM serta kartu ATM nasabah. (*)